Liputan6.com, Jakarta - Wacana pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta usulan pengamat soal Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sangat bisa diterapkan untuk pemakaman mewah.
Pasalnya fungsi pemakaman saat ini telah bergeser dari bersifat sosial ke investasi dan menjadi bisnis menguntungkan bagi si pemilik atau operator pemakaman.
Demikian diungkapkan Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Mekar Satria Utama.
Namuan dia mengaku hingga kini belum menerima permintaan maupun pembahasan resmi dari Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan atas usulan PBB makam mewah tersebut.
"Kalau untuk pengenaan PBB sebenarnya memungkinkan, juga untuk PPnBM karena konsumsi barang yang bisa dianggap mewah," ucap dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Senin (11/5/2015).
Menurut Mekar, pengenaan PBB ditujukan hanya untuk perusahaan atau operator pemilik pemakaman mewah, bukan masyarakat. Sedangkan PPnBM dikenakan langsung ke konsumen atau masyarakat.
Namun pemberlakuan PPnBM, dijelaskannya perlu kajian mendalam untuk melihat dampak positif dan negatifnya kepada masyarakat.
"Kalau PBB yang akan menanggung perusahaan pemilik makam mewah. Jadi pajaknya karena pemakaman tersebut sudah menjadi bisnis yang menguntungkan, sehingga si pengusaha layak membayar pajak bumi dan bangunan," tegas dia.
Dia beralasan, pemungutan pajak PBB dan PPnBM karena peruntukkan tanah pemakaman saat ini berbeda dengan beberapa tahun lalu.
Dulu, Mekar menilai, tanah pemakaman tidak ada pengurus resminya, dan bersifat sosial sehingga ditujukan untuk kepentingan publik dan tidak tepat apabila dikenakan PBB.
"Tapi sekarang pemakaman mewah punya konsep sangat berbeda dengan pemakaman umum. Makam mewah menjadi investasi dan transaksinya dianggap seperti transaksi pembelian properti biasa," pungkas dia. (Fik/Nrm)