Sukses

Negara Asing Berebut Investasi Nuklir di Indonesia

Pembangunan PLTN secara komersial, merupakan wewenang dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Liputan6.com, Jakarta - Pemenuhan pasokan listrik yang berasal dari energi alternatif berbasis teknologi nuklir telah masuk dalam Rencana Pembangunan ‎Jangka Panjang (RPJP) pemerintah Indonesia. Langkah ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi krisis listrik di Tanah Air seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi.

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, M Nasir mengungkapkan, Indonesia pada dasarnya sudah siap‎ membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dari sisi komersial. Sayangnya, kata dia, masih ada ketakutan di kalangan masyarakat terhadap teknologi tersebut.

"‎Sebenarnya kita sudah siap dari sisi komersial, tapi masyarakat saja yang masih ada ketakutan.  Saya sudah mencoba mensosialisasikannya, karena sudah waktunya kita move on ke nuklir power plant. Kalau tidak, kita bisa ketinggalan," tegas dia sebelum Rakor Inkubator Kewirausahaan di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (12/5/2015).

‎Menurut Nasir, negara lain sangat tertarik membenamkan investasi untuk pembangunan reaktor nuklir maupun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Sebut saja perusahaan Rusia NUKEM Technologies GmBH, anak usaha dari Rosatom yang merupakan perusahaan nuklir milik pemerintah, bersama dengan PT Rekayasa Engineering dan PT Kogas Driyap Konsultan akan mengerjakan pembangunan reaktor gas cooled multifungsi bersuhu tinggi dengan kapasitas 10 Megawatt (Mw) di kawasan Serpong, Banten.

"Negara lain tuh rebutan (investasi), bukan mau doang. Kita saja yang belum berani atau membuka diri," ujar dia.

Pembangunan PLTN secara komersial, kata Nasir merupakan wewenang dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sementara Kementerian Ristek dan Dikti membangun dan menyiapkan Rekayasa Daya Eksperimen (RDE) atau PLTN untuk edukasi.

Dalam membangun RDE PLTN untuk edukasi, lanjutnya, Kementerian Ristek dan Dikti belajar dari Jepang, Korea Selatan, Rusia, Finlandia dan Jerman. ‎"Kita bangun untuk edukasi dan riset. Saat ini masuk uji tapak di 2015, dan proses pembangunan pada tahun depan sehingga diharapkan mulai commisioning pada 2018," pungkas Nasir. (Fik/Gdn)