Liputan6.com, Jakarta - Kasus meledaknya satu unit reaktor nuklir di Jepang akibat gempa dan tsunami memicu banyak perdebatan di kalangan pemerintah Indonesia. Namun Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil memastikan reaktor nuklir tak akan dibangun oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam waktu lima tahun mendatang.
"Akibat kejadian di Fukushima. Jepang, pembangunan nuklir di Indonesia masih banyak perdebatan. Kan kita baru tahap awal desain oleh BPPT atau Batan dengan reaktor skala kecil yang dibiayai dari APBN," terang Sofyan di kantornya, Jakarta, Selasa (12/5/2015).
‎Lebih jauh, dia menilai, pembangunan reaktor nuklir di Indonesia masih jauh dari kata sepakat. Pasalnya, Sofyan memastikan, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla tidak memprioritaskan pembangunan reaktor nuklir dalam kurun waktu lima tahun ke depan.
"Bangun reaktor nuklir masih jauh, selama lima tahun ini enggak ada program pembangunannya. Sebab setelah kejadian Fukushima itu kita harus hati-hati, termasuk perlu mencari tempat aman dan pas untuk pembangunan nuklir," tegasnya.
‎Terkait penolakan Wakil Presiden Jusuf Kalla terhadap teknologi nuklir untuk memperoleh pasokan listrik, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir, menampiknya. "Bukan menolak, tapi kalau bangunnya jangan di halaman saya (JK)," candanya.
Kata Nasir, Kemenristek sedang menyiapkan pembangunan RDE reaktor nuklir untuk edukasi. Kementerian Ristek dan Dikti belajar dari Jepang, Korea Selatan, Rusia, Finlandia dan Jerman. Saat ini masuk uji tapak di 2015, dan proses pembangunan pada tahun depan sehingga diharapkan mulai commisioning pada 2018.
"Kami sudah lapor ke Presiden Jokowi. Satu reaktor nuklir akan digunakan untuk kesehatan dan pangan, serta reaktor kedua dimanfaatkan untuk kepentingan energi‎," papar Nasir. (Fik/Gdn)
Presiden Jokowi Ogah Bangun Reaktor Nuklir
Kemenristek sedang menyiapkan pembangunan RDE reaktor nuklir untuk edukasi.
Advertisement