Sukses

Ini Alasan Penjualan Rumah Subsidi Meleset

Rendahnya penyerapan rumah KPR subsidi karena persyaratan yang ditetapkan pemerintah agak berat.

Liputan6.com, Jakarta - Pembangunan rumah dengan skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi atau Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sejatinya diharapkan bisa terserap oleh Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang belum mempunyai hunian layak. Namun faktanya, target penyerapan rumah subsidi justru merosot setiap tahun seiring permintaan yang rendah.

Hal itu diakui Direktur Housing Urban Development, Zulfi Syarif Koto. Dia mengungkapkan, pemerintah mencanangkan KPR subsidi atau FLPP sebanyak 100 unit setiap tahun. ‎Tapi implementasi dan penyerapannya tidak memenuhi target tersebut.

"Rumah KPR FLPP sejak zaman orde baru pada 1997 dipatok 197 ribu unit. Tapi karena kondisi ekonomi drop, turun dan daya beli masyarakat ikut turun, jumlah target menyusut menjadi 60 ribu sampai 70 ribu unit rumah di 2010. Pada 2014 saja, cuma 60 ribu hingga 80 ribu unit," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Rabu (13/5/2015).

Sementara pada program Sejuta Rumah, kata Zulfi, bukan sepenuhnya dibangun rumah subsidi, melainkan terdiri dari berbagai kelompok hunian. Antara lain, untuk rumah komersial, rumah umum, rumah swadaya tanpa FLPP. Rumah khusus yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau APBD, serta rumah FLPP.

"Anggaran perumahan untuk FLPP pun hanya naik sekitar 10 persen sampai 20 persen setiap tahun karena ada politik anggaran," ucapnya.

Saat ini dalam program Sejuta Rumah, dijelaskan dia, ada anggaran negara Rp 5,7 triliun untuk membangun rumah FLPP dengan bunga 5 persen. Artinya, Zulfi bilang, porsi pembiayaan rumah subsidi dari APBN lebih tinggi sebesar 90 persen-95 persen, sedangkan dari perbankan (BTN) 5 persen-10 persen. Sementara komposisi sebelumnya dengan bunga 7,25 persen, sebesar 75 persen anggaran ditanggung negara dan bank 25 persen.

"Karena bunga turun 5 persen jadi anggaran FLPP Rp 5,7 triliun memaksa peruntukkan jumlah unit rumah subsidi berkurang," papar Zulfi.

Dia menilai bahwa rendahnya penyerapan rumah KPR subsidi kepada MBR, disebabkan karena beberapa faktor. Pertama, banyaknya MBR yang tidak mengetahui rumah subsidi lantaran pemerintah kurang mensosialisasikannya.

"Kedua, mungkin persyaratannya agak berat bagi MBR dengan penghasilan Rp 4,5 juta ke bawah, misalnya harus punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan lainnya. Coba saja tanya dengan buruh, apa itu rumah FLPP, pasti mereka belum pernah dengar," terangnya.

Untuk itu, dia meminta agar Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk mengejar penyerapan rumah FLPP lebih besar lagi. "Duduk bersama dengan perbankan (BTN) dan pemerintah daerah supaya jumlah pembangunan dan penjualan rumah KPR subsidi bergairah seperti rumah komersial lain," pungkas Zulfi. (Fik/Gdn)