Sukses

Parkir Uang di RI, Ditjen Pajak Bakal Ampuni Pajak Koruptor?

Ditjen Pajak menggodok mekanisme kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty bagi Wajib Pajak yang memarkirkan dananya di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan sedang menggodok mekanisme kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty bagi Wajib Pajak yang memarkirkan dananya di Indonesia. Kebijakan ini rencananya berlaku untuk para koruptor meski dana yang disimpan adalah uang haram.

Direktur Jenderal Pajak, Sigit Priadi Pramudito mengungkapkan, pemerintah sedang membahas kebijakan tax amnesty dengan DPR. Fokusnya, kata dia, menarik dana yang selama ini terparkir dan pengakuan Wajib Pajak soal aset yang ada di luar negeri.

"Kita hitung misalnya di Singapura ada dana sekira Rp 4.000 triliun. Kita coba hitung separuhnya bisa masuk sini, dan diharapkan potensi penerimaannya Rp 100 triliun," ujar dia saat berbincang dengan wartawan di kantornya, Jakarta, Selasa (19/5/2015).

Lebih jauh katanya, Ditjen Pajak sedang menggodok mekanisme tax amnesty dengan DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Bareskrim. Pembahasan ini menyangkut peminat pengampunan pajak apabila kebijakan tersebut diterapkan.

"Kita rekonsiliasi dengan KPK dan Bareskrim, menggodok dan melihat apakah nanti ada peminatnya atau enggak. Kalau mereka ke dalam negeri, mereka dapat penghapusan pajak, kebebasan pidana umum dan khusus, kecuali narkotika dan terorisme," jelasnya.

Namun yang paling mencengangkan dari pernyataan Sigit, kebijakan tersebut juga akan berlaku bagi koruptor yang menyimpan uang dari praktik kotornya di Indonesia.

"Termasuk (uang hasil korupsi) tapi bukan tax amnesty, semacam legal amnesty seperti di Afrika Selatan dan segala macamnya termasuk pidana umum dihapuskan," ucap dia.

Saat ini, lanjutnya, pembahasan tax amnesty masuk dalam Prolegnas 2015. Dia berharap, implementasi kebijakan pengampunan pajak dapat selesai akhir tahun ini. Kebijakan tersebut dibuat dalam Undang-undang (UU) khusus yang menyangkut ranah Kepolisian, Pidana Umum, Pidana Khusus dan bukan Pidana Pajak saja.

"Mereka (DPR) mulai sidang Agustus 2015 untuk Prolegnas tahun depan. Kalau ini bisa kelar dalam bulan ini, bisa saja muncul di akhir tahun. Sedang kita kaji semua, yang penting jangan sampai kebijakan muncul enggak ada peminatnya. Sama saja bohong," pungkas Sigit. (Fik/Ndw)