Sukses

APBN Masih Defisit, Menkeu Cari Utang US$ 1,2 Miliar

Pemerintah akan menjaga defisit di kisaran 1,9 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) hingga periode 20 Mei 2015 tercatat mengalami defisit. Artinya pendapatan negara belum mampu memenuhi tingginya belanja negara yang membengkak.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro menyebut pendapatan negara mencapai Rp 502,7 triliun atau 28,5 persen dari target APBN-P 2015 sebesar Rp 1.761,6 triliun. Sementara belanja negara ikut melambung menjadi Rp 548,7 triliun atau 27,7 persen sejak Januari-20 Mei ini.

"Penerimaan perpajakan sampai 20 Mei 2015 sebesar Rp 502,7 triliun. Jadi defisit anggarannya Rp 50 triliun," ucap dia saat Konferensi Pers di Jakarta, Kamis (21/5/2015).

Meski demikian, Menkeu mengungkapkan, pencapaian pajak ini lebih baik dibandingkan 5 hari sebelumnya tepatnya pada 15 Mei 2015. Sebab hanya kurun 5 hari, pendapatan pajak naik Rp 95 triliun.

Adapun pendapatan negara terkumpul Rp 476,3 triliun atau 27 persen dari patokan APBN-P, sementara belanja negara mencapai Rp 540,5 triliun atau 27,2 persen dari target.

"Jadi defisit pada 15 Mei 2015 sebesar Rp 64,3 triliun atau 0,55 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Target defisit sampai akhir tahun 1,9 persen dan punya toleransi sampai 2,2 persen," kata dia.

Untuk menutupi defisit ini, kata Bambang, pemerintah akan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dan pinjaman multilateral, salah satunya mencari pinjaman sekira US$ 1,1 miliar sampai US$ 1,2 miliar dari Asian Development Bank (ADB), Bank Dunia dan lainnya.

"Ini lagi dalam negosiasi, ini bukan cuma World Bank saja. Tapi yang paling besar World Bank sepertinya, peruntukkannya bukan karena pelebaran defisit, tapi akan mengurangi SUN dalam bentuk rupiah dan menjaga utang," papar dia.

Jika defisit anggaran melebar, tambah Bambang, program pinjaman multilateral ini dapat digunakan untuk menutupi defisit tersebut.

Namun pemerintah akan menjaga defisit di kisaran 1,9 persen. "Dengan ini, bisa mengurangi kebutuhan SUN rupiah, dan surat utang kita punya tingkat bunga yang lebih baik dan efisien," pungkas Bambang.(Fik/Nrm)