Liputan6.com, Jakarta - Temuan beras plastik di Bekasi, Jawa Barat, langsung menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Berbagai macam spekulasi temuan beras ini pun bermunculan, salah satunya dugaan aksi curang pedagang untuk meraup untung. Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Zulkifli Rasyid menilai kabar temuan beras plastik hingga tersebar berita aksi curang sudah terlalu berlebihan. Pasalnya, jumlah temuannya tidak sebanding dengan jumlah beras yang beredar di seluruh Indonesia.
"Kami sebenarnya sangat dingin menanggapi berita beras yang ditemukan oleh pedagang nasi di Bekasi itu. Secuil beras dari biji plastik yang ditemukan pedagang di Bekasi menjadi berita yang santer di seluruh Indonesia," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Minggu (24/5/2015).
Menurutnya, jika temuan beras tersebut dalam jumlah besar, maka wajar jika dipertanyakan. Namun hingga saat ini belum ada daerah lain yang menemukan beras sejenis dalam jumlah yang lebih besar.
"Kecuali toko di sini ada yang ketahuan jual 1 ton, itu patut dipermasalahkan. Ini kan cuma secomot beras, belum tentu juga 1 liter, tapi berita sudah kemana-mana," kata dia.
Meski demikian, Zulkifli tetap mendesak pemerintah bersama pihak terkait bergerak cepat untuk menyelesaikan masalah ini. Dia khawatir, jika proses penelusuran temuan ini berjalan lambat, maka semakin banyak kabar simpang siur yang beredar di masyarakat.
"Jadi jangan sampai hanya karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Hanya karena secuil itu, merusak peredaran besar di seluruh Indonesia," tandasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Ngadiran pun merasa gerah dengan munculnya kasus beras plastik tersebut. Pihaknya mengkawatirkan nasib pasar tradisional ke depan akibat kasus tersebut.
"Ada beras plastik, tanda-tanda akhir zaman. Sudah sebelumnya berita makanan berformalin, boraks. Ini bikin kita harus lebih waspada," ujarnya.
Kejadian makanan mengandung zat berbahaya, kata dia, selalu menjadikan masyarakat dan pedagang sebagai korban. Segelintir pengusaha serta pedagang nakal, mencemarkan nama baik seluruh pedagang termasuk imbasnya dirasakan pedagang pasar tradisional.
"Lama-lama pasar tradisional bisa tergerus, karena konsumen akan beralih ke pasar tradisional. Padahal tidak semua pedagang di pasar tradisional berjualan seperti itu," terang dia.Â
Imbasnya, sambung Ngadiran, pedagang pasar merugi, baik dari sisi psikologis sampai penurunan omzet penjualan. Contohnya saja dengan kasus beras plastik, omzet pedagang beras yang biasa mangkal di pasar tradisional anjlok sekira 20 persen sampai 30 persen dari total penjualan biasa per hari.
Untuk diketahui, adanya beras plastik pertama kali berdasarkan temuan Dewi Septiana, Warga Mutiara Gading, Bekasi, Jawa Barat. Dari pengakuan pedagang bubur dan nasi uduk ini, saat itu membeli beras pada 13 Mei 2015 di toko agen langganannya untuk persiapan dberjualan pada Senin, 18 Mei 2015, karena beberapa hari ke depan ada libur panjang.
Kecurigaan beras sintetis ini berawal dari laporan adik Dewi Septiana yang memasak beras stok miliknya saat dia sedang berada di Sukabumi pada 17 Mei. Sang adik menceritakan melalui telepon bahwa ada kejanggalan yang saat dimasak berbeda dengan beras biasa.
"Pas dimakan anak adik saya pun katanya bikin perutnya mulas dan rasanya agak getir. Akhirnya anak itu enggak mau makan," ujar Dewi.
Dari laporan tersebut, Dewi membuktikannya. Wanita Berhijab itu memasak beras yang dibelinya di agen langganan untuk dibuat bubur dan nasi uduk. Aneh, katanya, selama satu jam memasak yang biasanya sudah berubah jadi bubur, justru tidak menyatu dengan air. (Dny/Gdn)
Temuan Beras Plastik Dinilai Sudah Berlebihan
Jika temuan beras plastik dalam jumlah besar, maka wajar jika dipertanyakan. Namun hingga saat ini belum ada laporan lain.
Advertisement