Liputan6.com, Jakarta - Kepala Departemen Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Anto Prabowo menilai selama ini, perlindungan terhadap konsumen di Indonesia masih sangat rendah.
Maka dari itu perlunya diubah paradigma yang menjadikan konsumen bukan sebagai objek tapi sebagai mitra bisnis. Salah satu caranya, OJK menggelar workshop perlindungan konsumen sektor jasa keuangan kepada pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) yang berlangsung pada Senin (25/5/2015) ini.
Baca Juga
Workshop ini bertujuan memperkuat penerapan regulasi Peraturan OJK (POJK) Nomor 1/POJK.07/2013 tentang perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan dan peraturan pelaksanaannya.
"Sejauh ini bagian paling penting yang ingin diubah, adalah budaya perlindungan konsumen bagaimana menerapkan budaya konsumen itu adalah bagian dari bisnis pelaku jasa keuangan. Menjadikan konsumen bukan sebagai objek tapi mitra," kata dia di Jakarta.
Dia mengatakan, sekarang ini peran pelaku jasa keuangan sangat dominan. Lantaran, mereka memiliki kekuatan dari segi informasi yang bisa digunakan untuk kepentingan industri. Dengan penguatan regulasi tersebut, pihaknya berharap akan berimplikasi pada standar operasional prosedur (SOP).
"Penerapan budaya ini penting, mesti berimplikasi pada perubahan berbagai hal seperti SOP yang diubah. Kemudian klausul baku yang tidak semena-mena. Misal di kartu kredit, 'dengan ditandatangani formulir ini maka dia boleh menyerahkan data untuk kepentingan komersial lainnya'. Itu tidak boleh," tegas dia.
Dia mengatakan, peraturan tersebut sudah efektif sejak Agustus 2014. Adapun lima prinsip dalam regulasi tersebut yakni transparansi, keadilan, kehandalan, keamanan data konsumen, dan penanganan pengaduan.
"Penyelesaian penanganan dan pengaduan, setiap pelaku usaha harus memiliki unit yang memiliki pengaduan. Harus memiliki SOP khusus untuk itu. Sehingga konsumen yakin mereka akan ditangani dengan baik," tandas dia. (Amd/Nrm)
Advertisement