Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Smelter dan Pengolahan Mineral Indonesia mengungkapkan kesulitan membangun sumber daya mineral di Papua, sehingga hingga kini sulit untuk dikembangkan.
Perwakilan Asosiasi Smelter dan Pengolahan Mineral Indonesia, R. Sukhyar mengatakan, wilayah kerja pertambangan dalam hutang lindung menjadi kendala untuk mengembangkan sumber daya mineral di Papua.
Baca Juga
"Jadi ada 6 Kontrak Karya di luar Freeport yang berada di hutan lindung sampai kapan pun tak bisa membangun," kata Sukhyar, di Jakarta, Selasa (26/5/2015).
Advertisement
Melihat kondisi itu, perusahaan tambang baik pemegang Kontrak Karya (KK) atau Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak bisa melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi untuk memproduksi mineral. "Freeport bisa membangun karena satu dari 13 perusahaan yang mendapatkan dispensasi," tutur Sukhyar.
Sukhyar mengatakan, jika pemerintah serius membangun sumber daya mineral di Papua, harus melakukan reformasi kebijakan dengan memberikan dispensasi kepada KK dan IUP yang memiliki Wilayah Kerja di dalam hutan lindung.
"Ada satu hal yang saya rasa serius untuk pembangunan Papua manakala tidak ada reformasi kebijakan kehutanan akan sulit mengembangkan sumber daya mineral," kata Sukhyar.
Namun jika kondisi tersebut tidak diubah, sampai kapan pun pengembangan sektor mineral di Papua tidak ada kemajuan. "Papua sangat kaya tembaga emas. Ada IUP juga sama posisinya yang dihadapi. Jadi kalau tidak ada perubahan di Papua sangat sulit membangun sumber daya mineral," ujar Sukhyar. (Pew/Ahm)