Sukses

Dapat Ampunan Spesial, Ini Pajak yang Harus Dibayar Koruptor

Pengampunan spesial termasuk bagi koruptor yang membawa uangnya di luar negeri masuk ke Indonesia ditargetkan berlaku September 2015.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan berencana memberikan pengampunan spesial (Special Amnesty) berupa pidana pajak, pidana umum dan pidana khusus atau special amnesty bagi warga negara Indonesia yang membawa uang, aset dan harta  kekayaannya yang parkir di luar negeri masuk ke Indonesia.

Kebijakan ini rencananya juga berlaku untuk para koruptor meski dana yang disimpan berasal dari uang haram. "Kita tarik semua dana yang lari di luar negeri. Apakah uang itu dari hasil korupsi, illegal fishing, atau illegal logging, asal uang itu tidak berasal dari narkoba dan terorisme," kata Direktur Jenderal Pajak, Sigit Priadi Pramudito di Jakarta, Rabu (27/5/2015) malam.

Special amnesty bagi wajib pajak termasuk koruptor yang menyimpan dananya akan dibebaskan pidana pajak, pidana umum dan pidana khusus. Sementara Direktorat Jenderal Pajak akan memperoleh keuntungan mengantongi pajak atau tebusan sekian persen dari uang yang diparkir di Indonesia.

Besaran yang dikaji Ditjen pajak yaitu sekitar 10 persen-15 persen dari total dana yang ditarik dari luar negeri dan disimpan di Tanah Air. Sigit memperkirakan potensi penerimaan negara dari uang yang ditarik dari luar negeri itu sangatlah besar. 

"Angka 10 persen sampai 15 persen itu hitungan kasar. Kita dengar berita uang WNI yang mengendap di Singapura saja mencapai Rp 3.000 triliun-Rp 4.000 triliun.  Belum di Macau atau Swiss, kalau Rp 1.000 triliun saja bisa masuk ke Indonesia, itu berarti bisa dapat Rp 100 triliun," kata dia.

Namun untuk menerapkan kebijakan ini, Ditjen Pajak  masih terus berdiskusi atau rekonsiliasi dengan para penegak hukum. Tujuannya agar  penegak hukum mempunyai persepsi sejalan tentang pengampunan spesial ini.

Pemerintah juga memerlukan dukungan dari DPR, sebab dibutuhkan suatu aturan baru untuk menghapus pidana umum dan pidana khusus.

Jika Rancangan Undang-undang (RUU) sudah masuk Prolegnas pada Juli 2015, Sigit menargetkan kebijakan ini bakal diterapkan pada September 2015 dan berlaku hingga akhir 2016. Pada tahap awal atau tiga bulan pertama, besaran pajak yang dikenakan dari uang yang diparkir di Indonesia sekitar 7,5 persen.

"Baru pada 2016 sekitar 10 persen," tuturnya. (Ndw/IGw)

Video Terkini