Liputan6.com, Jakarta - Meski mempunyai wilayah pantai terpanjang kedua di dunia, namun ekspor perikanan Indonesia masih berada di posisi 5 untuk kawasan ASEAN. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, jika potensi kelautan yang dimiliki oleh Indonesia bisa dimanfaatkan dengan maksimal, maka negara ini berpeluang menjadi negara eksportir ikan nomor satu di ASEAN.
"Selama ini kami belajar dari Singapura, Vietnam, Thailand yang wilayah teritorial lautnya sebenarnya jauh lebih kecil tetapi ekspor sea food mereka besar di ASEAN‎. Saya ingin menjadi nomor 1 di ASEAN‎," ujarnya di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Kamis (28/5/2015).
Rendahnya nilai ekspor ikan di Indonesia ini, lanjut Susi, lantaran perairan nusantara menjadi tempat yang subur untuk praktik pencurian ikan atau illegal fishing. Oleh sebab itu saat ini dirinya sangat gencar memerangi praktik illegal, unregulated and unreported (IUU) fishing ini. "Ironi, Indonesia memiliki sumber daya laut besar tetapi ekspornya kecil karena IUU fishing‎," lanjutnya.
Selain memerangi pencurian ikan, Susi mengungkapkan bahwa hal yang perlu diperbaiki yaitu ketergantungan pada pakan ikan impor. Hal ini perlu diubah agar Indonesia bisa membangun sektor perikanan lebih maksimal. "Pertumbuhan perikanan dan sistem akan menjadi kontribusi pertumbuhan perikanan. Kami ingin independen terutama di sektor budidaya ikan. Kita masih impor 70 persen fish meal," tandasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Saut P Hutagalung mengatakan, Indonesia berpotensi mendapatkan kartu kuning (yellow card) dari negara-negara pengimpor hasil perikanan jika tidak sungguh-sungguh dalam memerangi IUU fishing.
Pasar utama produk hasil perikanan dunia khususnya, negara Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) sangat serius dalam memerangi IUU fishing ini. Bahkan jika ada produk hasil perikanan dari negara lain yang kedapatan melakukan IUU Fishing tak segan-segan komisi Eropa memberikan kartu kuning, bahkan kartu merah (red card) bagi negara yang pelaku usahanya masih leluasa melakukan praktek IUU fishing.
Hal tersebut pernah dialami oleh negara seperti Korea Selatan, Filipina, Solomon Islands dan Tuvalu pada 2014 serta Thailand pada April 2015. "Kita harus serius perangi IUU Fishing dengan keras dan tegas guna menjaga produk perikanan kita tetap diterima oleh negara tujuan ekspor," ujar Saut.
Melihat potensi yang ada, lanjut Saut, tidak ada pilihan lain bagi Indonesia selain memerangi IUU fishing secara serius agar industri perikanan nasional dapat jadi pemain penting di ‎pasar global ke depan.
"Oleh karenanya mari kita bersama-sama harus membangun perikanan berkelanjutan dan terus memerangi IUU fishing. Karena kalau kita tidak serius, Indonesia bisa dapat yellow card yang akan memukul pasar ekspor kita," kata dia. (Dny/Gdn)
Menteri Susi: Soal Perikanan, RI Belajar dari Singapura
Pasar utama produk hasil perikanan dunia khususnya, negara Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) sangat serius dalam memerangi IUU fishing.
Advertisement