Sukses

Pemerintah Selesaikan Kendala Pembangunan PLTA Asahan III

Bila PLTA Asahan III sukses dibangun maka diperkirakan dapat menghemat subsidi dalam bentuk pembelian BBM sebesar Rp 2,5 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengungkapkan bahwa pembangunan infrastruktur di Indonesia masih terkendala berbagai faktor, antara lain kendala lahan, kendala hukum, dan kendala pembiayaan.

Pemerintah pun akan menyelesaikan kendala ini satu per satu tiap minggunya. Salah satu pembangunan infrastruktur yang jadi fokus‎ pemerintah adalah proyek Pembangkit Listrik tenaga Air (PLTA) Asahan III.

"‎Misal di Asahan III ada kendala dengan pinjam pakai lahan, nah ini harus diselesaikan. Jadi nanti Menteri Kehutanan dipanggil, kemudian kalau ada masalah hukum kemudian Kejaksaan dipanggil, Kapolri dipanggil. Kalau masalah jaminan, Menkeu dipanggil‎," kata Sofyan, usai melakukan rapat koordinasi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di Kantor Wapres, Jakarta, Kamis (28/5/2015).

Sofyan menuturkan tiap minggu akan dilakukan rapat teknis untuk penyelesaian kendala pembangunan infrastruktur. Ia juga menjelaskan Wakil Presiden Jusuf Kalla siap untuk memimpin penyelesaian proyek, bila menteri-menteri tidak bisa menyelesaikannya.

"‎Iya dipimpin Pak Wapres. Intinya kan begini kalau bisa diselesaikan di tingkat teknis, di tingkat teknis. Kalau tidak selesai bawa ke Menko, Menko tidak selesai karena banyak sekali pihak yang terlibat misalnya maka Pak Wapres akan pimpin," tegas dia.

Bila PLTA Asahan III, Sumatera Utara, sukses dibangun maka diperkirakan dapat menghemat subsidi dalam bentuk pembelian BBM sebesar Rp 2,5 triliun per tahun. Direktur Perencanaan dan Teknologi PLN Nasri Sebayang menjelaskan jika menggunakan BBM maka dibutuhkan 450 ribu kiloliter per tahun untuk mengoperasikan pembangkit dengan kapasitas 174 MW ini.

"Jadi pengoperasian pembangkit dengan tenaga air ini bisa hemat Rp 2,5 triliun setiap tahunnya," kata dia.

PLTA ini memiliki kapasitas 2x87 MW dan membutuhkan dana sebesar US$ 330 juta (Rp 3,3 triliun). Pendanaan tersebut berasal dari JBIC sebesar US$ 250 juta, sementara sisanya berasal dari PLN dan pemerintah. (Silvanus Alvin/Gdn)