Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha ikan tangkap mungkin sumringah mendengar hal ini. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana memperlonggar aturan pelarangan bongkar muat ikan di tengah laut (transhipment).
Pelaksana Harian Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP Narmoko mengatakan, kelonggaran dimaksud dengan diperbolehkannya kembali kapal angkut beroperasi guna mendukung percepatan pendaratan ikan dari kapal penangkap ke pelabuhan. Kelonggaran ini bertujuan menjaga kualitas ikan yang ditangkap nelayan besar.
"Supporting vessel atau alat bantu mendaratkan ikan lebih cepat, supaya mutu tidak berkurang," kata Narmoko di Kantor KKP, Jakarta, Kamis (4/6/2015).
Namun untuk memberi kelonggaran tersebut, KKP memberlakukan persyaratan. Syarat tersebut, antara lain kapal angkut harus memiliki observer, kapal tidak boleh dibuat di luar negeri, mendaratkan ikan di pelabuhan yang sudah ditentukan dan penggunaan alat monitoring kamera closed circuit television (cctv).
"Ada beberapa syarat VMS tidak bergambar tidak bersuara, mereka mau katanya pakai cctv pakai visual," jelas Narmoko.
Syarat lain dari pemberian kelonggaran tersebut adalah bobot kapal harus mencapai 30 persen dari kapal tangkap yang dioperasikan pengusaha.
"Nanti kita harus pastikan bahwa kapal kapal itu, kapal yang bersyarat benar, berukuran benar dan kepemilikan benar. Dan kapasitas yang kita diperbolehkan adalah 30 persen dari yang mereka punya," tegas dia.
Namun saat ini KKP belum menentukan bentuk aturan yang untuk mendasari kelonggaran moratorium yang tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 57 Tahun 2014 tersebut. (Pew/Nrm)
KKP Bakal Perlonggar Aturan Transhipment
Namun untuk memberi kelonggaran tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan memberlakukan persyaratan.
Advertisement