Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) belum memastikan untuk menambah pabrik gula baru. Sebab keberadaan pabrik baru tersendat kecukupan bahan baku dan investasi yang cukup besar.
Deputi Bidang Industri Agro dan Industri Strategis Kementerian BUMN M Zamkhani‎ mengatakan, pasokan bahan baku berkaitan langsung dengan keberadaan lahan. Sementara terkait lahan ini, pemerintah mengalami beberapa persoalan serius.
"Kita ketahui juga data dari Kementerian Pertanian jika konversi lahan pertanian menjadi non pertanian ini juga lajunya cukup tinggi, terutama di Jawa. Sehingga kita berebut dengan selain dengan non lahan pertanian juga dengan komoditas lain," kata dia di Jakarta, Kamis (4/6/2015).
Saat ini, dia menuturkan, 95 persen pasokan bahan baku industri gula di Jawa berasal dari petani tebu rakyat. Hal itu juga menjadi masalah lantaran petani sendiri menerapkan pola tumpang tindih.
"Saat harga gula cukup menarik mereka tanam tebu pada saat harga gula kurang menarik, mereka akan lari ke komoditas lain, tentu yang lebih menarik harganya," lanjut dia.
Alhasil, atas pertimbangan tersebut pihaknya menuturkan lebih mengedepankan revitalisasi pabrik gula. Saat ini, pemerintah sedang menyusun roadmap untuk menentukan pabrik mana saja yang bakal direvitalisasi.
"62 milik BUMN. Sama halnya dengan Kementerian Perindustrian, kami sedang menyusun road map mengidentifikasi mana pabrik gula memang layak untuk direvitalisasi, mana pabrik gula yang mungkin sudah waktunya untuk pensiun karena memang bagaimana kita ketahui, bahan utama PG BUMN ini murni dari tebu," jelas dia.
Selain itu, pemerintah akan mengoptimalisasi pabrik gula dengan pengembangan industri hilir. "Itu tidak hanya menggiling tebu rakyat dan menghasilkan tebu dan tetes mata tapi juga kita akan ke arah hilirnya termasuk bioetanol," tandas dia.(Amd/Nrm)
Lahan Jadi Kendala Pengembangan Industri Gula Nasional
Saat ini 95 persen pasokan bahan baku industri gula di Jawa berasal dari petani tebu rakyat.
Advertisement