Liputan6.com, Jakarta - Proses produksi minyak dan gas (migas) di Indonesia memakan waktu paling lama dibanding negara ASEAN lain. Mulai dari pra produksi atau eksplorasi sampai post produksi migas membutuhkan waktu sampai 30 tahun, sementara di ‎ kawasan Regional hanya perlu 10 tahun.
Demikian disampaikan VP Commercial ConocoPhillips Indonesia, Taufik Ahmad usai menghadiri Indonesia Green Infrastructure Summit di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (9/6/2015).
"Mulai dari pra produksi sampai post produksi membutuhkan waktu 15 tahun. Artinya itu mulai dari eksplorasi, menemukan cadangan hingga produksi gas. Bahkan di lapangan migas besar bisa mencapai 17 tahun-30 tahun lamanya," ujar dia.
Proses berbelit-belit ini, kata Taufik, tidak sepadan dengan investasi besar yang dibenamkan pada sektor tersebut . "Sehingga belum balik modal, kontrak sudah habis. Jadi butuh perpanjangan kontrak," ucapnya.
Dibanding seluruh negara ASEAN, masa penemuan sumur hingga produksi migas di Indonesia diakui Taufik merupakan yang terlama. Di negara kawasan, proses produksi migas hanya membutuhkan waktu 10 tahun.
Menurut dia, waktu ideal untuk mengeksplorasi sampai produksi di lapangan atau blok migas greenfield selama 10 tahun dan 5 tahun untuk lapangan yang sudah mempunyai infrastruktur migas.
"Ini terjadi karena aturan di Indonesia semakin banyak, ada berbagai kepentingan di pemerintah pusat, daerah dan sebagainya. Belum lagi infrastruktur gas kurang memadai," tuturnya.
Namun Taufik menilai, pemerintah Joko Widodo tengah memperbaiki proses ini sehingga waktu proses atau masa eksplorasi lebih pendek. Contohnya, sambung dia, proses persetujuan eksplorasi dari sebelumnya 3 bulan menjadi 1,5 bulan.
"Tapi ini problemnya sudah lumayan besar, B to B lama, perizinan, izin pemda, lalu ada perebutan jatah dengan pemda ini itu. Amerika Serikat saja begitu ketemu cadangan migas dan pipa sudah dibangun, maka sudah bisa produksi," ucapnya.
Dia mengatakan, ‎potensi geologi menunjukkan, cadangan migas di Indonesia masih banyak. Pemerintah, diimbau Taufik harus memberikan insentif eksplorasi bagi para penambang di mana biaya eksplorasi dibebankan kepada pendapatan produksi.
Baca Juga
Sebagai contoh negara yang sudah menetapkannya Norwegia dan negara lain. Sementara Indonesia, lanjutnya, belum mengimplementasikan insentif ini, sehingga investor lebih memilih menanamkan modalnya di negara lain.
"Kami menargetkan produksi 260-270 ribu barel setara minyak per hari dan produksi gas 1,3 miliar sampai 1,4 miliar kaki kubik per hari. Dan investasinya US$ 2,5 miliar untuk 4 tahun ke depan," pungkas Taufik. (Fik/Ndw)
Advertisement