Sukses

Wajib Gunakan Rupiah, Bagaimana Nasib Gaji Ekspatriat?

Jika kontrak dengan perusahaan Indonesia, maka gaji ekspatriat harus pakai rupiah.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Bank Indonesia No.17/11/DKSP perihal Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). SE ini dikeluarkan dan mulai berlaku pada 1 Juni 2015 lalu.

Dalam SE tersebut mewajibkan seluruh transaksi di dalam negeri baik tunai maupun non-tunai untuk menggunakan rupiah. Lantas bagaimana nasib gaji pekerja asing dan ekspatriat yang bekerja di Indonesia?

Pelaksana Tugas Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, Eko Yulianto mengatakan BI akan memberikan pengecuali pada ekspatriat yang bekerja di Indonesia. Namun dengan syarat ekspatriat tersebut bekerja sebagai tenaga ahli atau mempunyai keahlian tertentu yang belum dimiliki pekerja Indonesia.

"Di wilayah NKRI, tetap harus gunakan rupiah karena ketentuan umum memang demikian. Tapi untuk ekspatriat yang tenaga ahli, yang tidak ada di sini bisa dipertimbangkan tidak gunakan rupiah," ujarnya di Kantor BI, Jakarta, Selasa (9/6/2015).

Namun, bagi ekspatriat yang bekerja dengan profesi standar dan tidak punya keahlian tertentu, maka gajinya tetap harus dibayarkan dalam rupiah. "Kalau hanya orang asing saja dan tidak punya keahlian, tidak bisa. Kalau ada profesi tertentu saja yang hanya bisa diisi oleh tenaga ekspatriat," katanya.

Sementara itu, Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Ida Dwiyanti menyatakan, selama ekpatriat tersebut bekerja di Indonesia namun kontrak kerjanya dengan perusahaan asing dari negara lain, maka masih diperbolehkan menggunakan mata uang asing.

"Intinya sepanjang eksptariat melakukan kontrak dengan home office-nya di negara lain, ini boleh dibayar pakai valuta asing. Tapi kalau kontrak dengan perusahaan Indonesia, maka gajinya harus pakai rupiah," tandas dia.

Untuk diketahui, ada beberapa hal yang diatur dalam SE mengenai Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pertama, soal kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI menganut asas teritorial.

Jadi, setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI, baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan penduduk, transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah.

"Di area KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) untuk perdagangan bebas itu pun harus menggunakan rupiah. Dalam transaksi pembayaran, kita wajib menerima pembayaran menggunakan rupiah," ujar Eko. 

Kedua, dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban penggunaan rupiah, pelaku usaha baik perseorangan maupun korporasi wajib mencantumkan harga barang dan atau jasa hanya dalam rupiah, dan dilarang mencantumkan harga barang dan atau jasa dalam rupiah dan mata uang asing secara bersamaan (dual quotation).

"Jadi dilarang menggunakan dual quotation. Baik untuk sewa menyewa, tarif harus menggunakan rupiah," lanjutnya.

Ketiga, untuk proyek infrastruktur tertentu yang strategis, BI mempersilahkan adanya penyesuaian. Proyek-proyek tersebut akan dilakukan penilaian oleh BI secara langsung.

"Pelaksanaan kewajiban ini dapat disesuaikan apabila dinyatakan pemerintah pusat sebagai proyek infrastruktur strategis yang dibuktikan dengan surat dari kementerian atau lembaga terkait. BI akan melakukan assessment. Pemohon bisa menyampaikan akta pendirian perusahaan, surat dari kementeriandan lembaga dan fotokopi perjanjian," tandasnya. (Dny/Gdn)

Video Terkini