Liputan6.com, Jakarta - ‎Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih dibayangi pelemahan. Tekanan kurs rupiah berpeluang semakin berat dengan proyeksi depresiasi di kisaran level Rp 14.000 sampai Rp 15.000 per dolar AS. Dengan angka Rp 13.300 per dolar AS, apakah Indonesia sudah masuk dalam krisis mata uang?
Pengamat Ekonomi LIPI, Latif Adam mengatakan, secara teori apresiasi atau depresiasi satu mata uang dengan mata uang lain dihitung dari selisih inflasi antara Indonesia dan AS. Seharusnya, sambung dia, dalam kondisi inflasi kedua negara tersebut, kurs rupiah berada pada rentang 12.400-12.500 per dolar AS.
"Tapi ini sudah tembus Rp 13.300-an per dolar AS. Artinya rupiah sudah sangat undervalue," ucap dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (10/6/2015).
Latif menilai, kinerja pergerakan rupiah saat ini bergantung pada kepastian waktu kenaikan suku bunga acuan The Fed serta harapan membaiknya pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2015. Sebelumnya ekonomi Indonesia hanya mampu bertumbuh 4,7 persen di kuartal I lalu atau jauh di bawah target pemerintah.
"Sampai benar-benar ada kejelasan kapan suku bunga naik, serta ditentukan kinerja perekonomian kuartal II. Kalau masih belum pasti dan pertumbuhan ekonomi di periode April-Juni 2015 masih lesu, maka depresiasi akan terus terjadi," jelasnya.
Diperkirakannya, kurs rupiah dengan asumsi kondisi demikian akan menyentuh angka 14.000-15.000 per dolar AS. ‎"Kalau sampai menembus 15.000 per dolar AS, berarti ada yang salah," tegas Latif.
Dia menghitung, depresiasi nilai tukar rupiah sudah tercatat mencapai 10 persen. Namun Bank Indonesia (BI) menyatakan baru sekira 6 persen lebih. Jika melebihi 10 persen, diakui Latif, Indonesia sudah masuk pada fase krisis nilai tukar.
"Pelemahan nilai tukar rupiah sudah lebih dari 10 persen, artinya sudah krisis nilai tukar. Yang penting dijaga, dikendalikan, ada upaya stabilisasi supaya tidak merembet ke krisis perbankan, krisis keuangan dan krisis ekonomi politik sosial, " saran Latif.
Sekadar informasi, ‎kurs rupiah kemarin (9/6/2015) ditutup membaik dan menjauhi level Rp 13.400 per dolar AS. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah terapresiasi 77 poin dari penutupan sebelumnya menjadi level Rp 13.308 per dolar AS.
Sementara posisi rupiah berdasar kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia pada level Rp 13.632 per dolar AS. (Fik/Ndw)