Sukses

Bos Pelindo II: Butuh Waktu Terapkan Rupiah di Pelabuhan

BI telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Bank Indonesia Nomor 17/11/DKSP mengenai Kewajiban Penggunaan Rupiah.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus mendorong penggunaan rupiah untuk berbagai transaksi keuangan untuk mendorong penguatan nilai tukar. Salah satu yang disasar oleh pemerintah adalah kegiatan transaksi perdagangan di pelabuhan.

Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia  (Pelindo II), RJ Lino mengaku, penerapan penggunaan rupiah dalam transaksi di pelabuhan tidak bisa dilakukan seketika, melainkan harus bertahap. Itu lebih disebabkan transaksi di pelabuhan tidak hanya dengan pengusaha dalam negeri melainkan juga luar negeri.

"Penggunaan rupiah itu ide yang bagus, tapi jangan semua langsung diaplikasikan. Kalau orang asing datang ke sini dia pasti pakai dolar, itu tidak apa-apa," kata Lino di Pelabuhan Tanjung Priok, Rabu (17/6/2015).

Kebijakan mengenai kepastian kemudahan transaksi tersebut dinilai Lino juga menjadi poin daya tarik investor untuk menggunakan jasa dan membangun infrastruktur pelabuhan ‎di Indonesia. Dijelaskannya akan menjadi persoalan yang kompleks jika para investor harus melakukan konversi ke rupiah terlebih dahulu sebelum melakukan transaksi.

Lino menambahkan daripada pemerintah terus mengkritik banyaknya penggunaan valuta asing di pelabuhan, lebih baik melakukan penataan transaksi pembayaran apartemen dan hotel-hotel di Indonesia.

‎"Pelaksanaan itu harus, tapi bertahap, sektor-sektor pelabuhan belakangan saja, biar ini tumbuh dulu, tapi yang apartemen dan hotel, itu saja dulu, karena itu juga banyak," tutup Lino.

Untuk diketahui, Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Bank Indonesia Nomor 17/11/DKSP mengenai Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Aturan tersebut mulai berlaku pada 1 Juni 2015 lalu.

Pelaksana Tugas Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, Eko Yulianto mengatakan, Surat Edaran ini menjadi penegasan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Kewajiban ini juga telah dilakukan oleh negara lain sehingga dinilai sangat wajar untuk diterapkan juga di Indonesia.

"Jadi jelas ada instruksi menterinya dan ada undang-undang khusus. Rasanya juga tidak berlebihan. Kalau kita ke Malaysia, kita harus bertransaksi pakai ringgit, ke Australia pakai dolar Australia," ujarnya.

SE mengenai rupiah yang dikeluarkan oleh BI tersebut mengatur tiga hal penting. Pertama, soal kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI menganut asas teritorial.

Jadi, setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI, baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan penduduk, transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah.

"Di area KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) untuk perdagangan bebas itu pun harus menggunakan rupiah. Dalam transaksi pembayaran, kita wajib menerima pembayaran menggunakan rupiah," ujar Eko.

Kedua, dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban penggunaan rupiah, pelaku usaha baik perseorangan maupun korporasi wajib mencantumkan harga barang dan atau jasa hanya dalam rupiah, dan dilarang mencantumkan harga barang dan atau jasa dalam rupiah dan mata uang asing secara bersamaan (dual quotation).

"Jadi dilarang menggunakan dual quotation. Baik untuk sewa menyewa, tarif harus menggunakan rupiah," lanjutnya.

Ketiga, untuk proyek infrastruktur tertentu yang strategis, BI mempersilahkan adanya penyesuaian. Proyek-proyek tersebut akan dilakukan penilaian oleh BI secara langsung. (Yas/Gdn)