Liputan6.com, Jakarta - Pemanfaatkan kendaraan roda dua sebagai angkutan umum seperti jasa ojek dinilai melanggar aturan. Terlebih lagi, saat ini muncul aplikasi layanan ojek seperti Go-Jek.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan, kemunculan ojek sebenarnya melanggar aturan. Pasalnya sepeda motor yang dimanfaatkan pada jasa ini bukan kendaran umum dan bukan alat angkut barang.
"Munculnya ojek sudah melanggaran aturan. Karena ojek sendiri bukan angkutan umum, itu tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Lalu lintas dan Angkutan Jalan," ujarnya di Pacific Place, Jakarta, Rabu (17/6/2015).
Dia menjelaskan, secara garis besar sebenarnya aplikasi Go-Jek tidak melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), namun yang dipermasalahkan adalah penggunaan sepeda motor menjadi angkutan umum.
"Aplikasinya tidak masalah di UU ITE, tapi karena menjadi alat transportasi itu bermasalah. Kecuali dengan aturan khusus seperti tukang pos yang menggunakan sepeda motor," kata dia.
Agar ojek tidak dikatakan sebagai alat transportasi yang ilegal, lanjut Agus, maka pemerintah perlu menghapus atau setidaknya merevisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tersebut. Dengan demikian, ojek baru bisa disebut sebagai angkutan umum.
"Ahok (Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama) bilang Go-Jek itu menjadi penolong bagi pekerja tukang ojek bisa lebih sejahtera. Kalau mau disahkan ubah dulu UU 22 itu, dengan begitu roda dua bisa jadi angkutan umum. Kalau sekarang keberadaanya saja sudah melanggar hukum," tandasnya.
Sebelumnya, Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta mengecam sikap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang meminta tukang ojek untuk bergabung dengan jasa transportasi roda dua berbasis aplikasi mobile, Go-Jek.
"DPD Organda DKI Jakarta, protes keras terhadap pernyataan Gubernur DKI Ahok yang menyarankan agar pengojek bergabung dengan Go-Jek," ujar Ketua Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan.
Menurutnya, sebagai Gubernur, Ahok seharusnya menjalankan dan mengimplementasikan ketentuan Undang-Undang LLAJ Nomor 22 Tahun 2009 tentang angkutan umum orang dan barang. "Sepeda motor bukan diperuntukkan untuk angkutan umum orang dan barang, tetapi Gubernur DKI Jakarta justru tabrak aturan-aturan yang ada," lanjutnya.
Shafruhan mengungkapkan, sebenarnya Organda DKI telah berkali-kali melayangkan protes terhadap keberadaan angkutan-angkutan liar yang tidak berijin termasuk keberadaan ojek. "Kami mohon kepada Gubernur DKI agar lebih berhati-hati dan bersikap bijak melihat problem dan masalah transportasi di Jakarta," kata dia.
Meski demikian, Shafruhan menyatakan akan mendukung kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang mengedepankan pelayanan angkutan umum ke masyarakat asalkan tidak berbenturan dengan UU dan Perda. "Kami DPD Organda DKI berharap agar Pak Gubernur stop men-support keberadaan Go-Jek dan ojek," tandasnya. (Dny/Gdn)
Agar Ojek Legal, Pemerintah Harus Revisi UU 22 Tahun 2009
Secara garis besar sebenarnya aplikasi Go-Jek tidak melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Advertisement