Sukses

Rupiah Melemah, Menkeu Klaim Ekonomi RI Lebih Sehat dari 3 Negara

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga menembus 13.300 ditengarai yang terparah sejak 1998.

Liputan6.com, Jakarta - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga menembus 13.300 ditengarai yang terparah sejak 1998. Namun pemerintah memastikan Indonesia tidak sendiri menghadapi kondisi sulit ini. Bahkan ekonomi Indonesia diklaim jauh lebih bagus dibanding tiga negara lain.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, tren penguatan dolar AS menekan nilai mata uang hampir seluruh negara di dunia. Dalam beberapa kasus, mata uang Ringgit diakuinya terdepresiasi lebih tinggi dibanding rupiah.

"Negara yang satu kelompok dengan kita emerging market, seperti Brazil, Turki dan Afrika Selatan (Afsel), mengalami depresiasi kurs lebih besar dibanding kita. Kondisi makro ekonominya juga lebih buruk dari Indonesia," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, di kediamannya Jakarta, Rabu (18/6/2015) malam.

Sebagai contoh, dijelaskan Bambang, perekonomian Brazil diperkirakan bertumbuh negatif atau terkontraksi. Fakta lainnya, pelemahan mata uang di Brazil jauh lebih besar dibanding rupiah. Sementara kondisi makronya menunjukkan cadangan devisa Negeri Samba ini menurun dengan tingkat suku bunga yang terus dinaikkan.

Sementara Indonesia, ditegaskan dia, pelemahan kurs rupiah saat ini tidak mengindikasikan fundamental ekonomi Indonesia terpuruk. Hal ini, menurutnya, dapat dilihat dari sejumlah indikator makro ekonomi Indonesia yang terbilang sehat.

"Suku bunga acuan di Indonesia masih belum berubah sejak penyesuaian BI Rate menjadi 7,5 persen. Cadangan devisa kita US$ 110 miliar atau setara dengan 6,7 bulan impor dan pembayaran utang," tuturnya.

Bambang mengakui bahwa ada perlambatan pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2015 yang hanya mengecap 4,7 persen. Namun realisasi tersebut diklaim tumbuh relatif lebih tinggi dibanding negara lain yang mencatatkan perekonomian lebih besar dari Indonesia.

Melongok kinerja perusahaan di sektor riil di tengah situasi perlambatan ekonomi, tambah dia, tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya. Namun bukan semata-mata karena tekanan rupiah, melainkan faktor pelemahan harga komoditas. Imbasnya, sambung Bambang, perusahaan kelapa sawit, batu bara dan sumber daya alam lainnya harus mengalami penurunan laba.

"Sedangkan untuk perbankan, laba tahun ini memang enggak sebesar tahun lalu. Tapi secara umum perbankan kita masih aman dengan Non Performing Loan relatif kecil, pertumbuhan kredit cukup baik 10 persen atau lebih di saat kondisi sedang berat," tandas Bambang. (Fik/Ndw)