Sukses

Pemerintah Harus Bersiap Hadapi Inflasi Tinggi pada Juli 2015

Jika dilihat secara bulanan, inflasi Mei 2015 tercatat 0,50 persen sedangkan secara tahunan di level 7,15 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati meminta kepada pemerintah untuk bisa mengantisipasi laju inflasi yang tinggi pada Juli 2015. Menurut riset yang dilakukan Indef, kemungkinan besar inflasi pada Juli 2015 bisa mencapai 1 persen.

"Kemungkinan pada Juni 2015 ini bisa di atas 0,5 hingga 0,6 persen. Untuk Juli 2015 bisa sampai 1 persen," ujarnya kepada Liputan6.com seperti ditulis Jakarta, Jumat (19/6/2015).

Enny menjelaskan, ada dua faktor mendorong laju inflasi. Pertama, tingginya harga komoditas saat puasa dan Lebaran. Kedua, bertepatan tahun ajaran baru bagi siwa pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.

"Saya khawatirkan inflasi pada Juli nanti akan lebih tinggi dari Mei, bahkan bisa lebih tinggi dibanding Juni. Soalnya Lebaran berbarengan dengan tahun ajaran baru," ujarnya.

Namun menurut Enny, pemerintah masih bisa mengantisipasi laju inflasi tersebut. Salah satunya dengan mendorong diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) tentang acuan harga komoditas.

"Sebenarnya memang akan ada Perpres pengembalian, ada harga acuan dan aturan penyimpanan tidak boleh barang lebih dari 3 bulan. Itu memang menjadi payung hukum. Tapi tidak cukup kalau pemerintah tak memiliki instrumen stabilitasasi harga," ujarnya.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengungkapkan realisasi inflasi pada Mei 2015 di atas perkiraan mereka. Oleh sebab itu, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan agar target inflasi 2015 di maksimal 5 persen bisa terjaga.

Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Peter Jacobs menjelaskan, jika dilihat secara bulanan, inflasi Mei 2015 tercatat 0,50 persen sedangkan secara tahunan di level 7,15 persen. Angka tersebut lebih tinggi dari inflasi pada bulan sebelumnya yang tercatat 0,36 persen secara bulanan atau 6,79 persen secara tahunan.

Penyebab naiknya angka inflasi tersebut adalah peningkatan inflasi bahan makanan bergejolak (volatile food). "Realisasi inflasi pada Mei 2015 tersebut berada di atas perkiraan BI dan di atas rata-rata inflasi historis pada bulan Mei dalam 6 tahun terakhir," jelasnya.

Menurut Jacobs, peningkatan inflasi volatile food terutama terjadi pada komoditas aneka cabai, daging dan telur ayam ras, bawang merah, dan bawang putih. Tekanan harga pada komoditas tersebut lebih tinggi dari penurunan harga beras yang menyumbang deflasi sebesar 0,04 persen.

Selain itu, tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok harga barang yang dikendalikan oleh pemerintah (administered prices), terutama didorong oleh kenaikan tarif listrik dan tarif angkutan udara.

Namun, tekanan inflasi inti masih terjaga di level yang cukup rendah yakni sebesar 0,23 persen secara bulanan, sejalan dengan kegiatan perekonomian domestik yang cenderung tumbuh moderat dan ekspektasi inflasi yang terkendali.

Ke depan, BI terus mencermati berbagai risiko yang memengaruhi inflasi, khususnya perkembangan harga minyak dunia, nilai tukar, penyesuaian administered prices, faktor musiman menjelang Ramadan dan Lebaran, serta gejolak harga pangan terkait kemungkinan terjadinya El Nino.

Dengan perkembangan realisasi inflasi Mei 2015 tersebut, BI menilai bahwa target inflasi 2015 di kisaran 4 persen masih dapat dicapai. Namun, diperlukan penguatan koordinasi kebijakan pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah, melalui forum Tim Pengendalian Inflasi (TPI), termasuk langkah-langkah strategis dalam mengendalikan tekanan harga pangan khususnya menjelang Ramadan dan lebaran. (Amd/Gdn)