Liputan6.com, Jakarta - Kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) saat ini masih belum bisa beranjak dari keterpurukannya. Pada Selasa, (23/6/2015), rupiah masih berkutat pada angka 13.300 per dolar AS. Level yang sama seperti dua minggu sebelumnya. Jika dihitung, pelemahan rupiah terhadap dolar AS sejak awal tahun berada di kisaran 6 persen.
Dalam perbincangan dengan Liputan6.com, Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, naik turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebenarnya bisa dipahami dengan sangat sederhana. Ia mengibaratkan nilai tukar sama dengan barang yang tunduk dengan teori permintaan dan penawaran.
"Dolar itu seperti barang, kalau makin banyak permintaannya, akan semakin tinggi harganya. Kalau semakin sedikit permintaannya juga akan makin murah harganya. Kenyataan sekarang mengapa kursnya semakin tinggi karena permintaannya dolar AS lebih tinggi dibandingkan dengan pasokan yang ada," ujarnya di Jakarta, seperti ditulis pada Selasa (23/6/2015).
Budi melanjutkan, secara teori ada dua hal dasar yang mempengaruhi nilai tukar rupiah ini, yaitu neraca perdagangan atau trade balance dan selisih antara suku bunga dengan inflasi. Namun sebenarnya, di luar itu juga masih ada faktor lain yang mempengaruhi yaitu sisi psikologis.
"Ada dua hal yang menentukan kurs, pertama dari hitung-hitungan formalnya, biasanya dilihat dari trade balance antara AS dan Indonesia, juga selisih interest rate dan inflasi. Tetapi ada hal lain yang juga mempengaruhi kurs, di luar hitung-hitungan formal, yaitu dari sisi psikologi," kata dia.
Dari sisi negara perdagangan, dolar AS akan terus menguat ekspor barang dari Amerika ke Indonesia lebih besar jika dibanding dengan ekspor barang Indonesia ke Amerika atau impor Indonesia akan barang Amerika lebih tinggi jika dibanding dengan impor barang Indonesia oleh Amerika.
Dari sisi hitung-hitungan formal, lanjut Budi, level rupiah saat ini dinilai masih cukup wajar. Namun yang harus diwaspadai adalah sisi psikologis agar tidak membuat rupiah semakin terpuruk.
"Saya melihat kalau dari hitung-hitungan formal, angka ini sudah angka yang wajar, kurs sekarang sudah kurs yang wajar. Tetapi yang kita mesti jaga hati-hati, jangan sampai faktor psikologis bisa mempengaruhi kursnya lari ke arah yang lebih tinggi," tandasnya.
Hitungan dari Bank Mandiri bahwa rupiah masih dalam batas yang wajar ini juga sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia (BI).
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah sebelumnya memperkirakan asumsi nilai tukar rupiah pada rentang 12.800 per dolar Amerika Serikat (AS) sampai 13.200 per dolar Amerika Serikat (AS). Namun level ini berubah saat Rapat Lanjutan Pembahasan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2016.
"Karena BI yang selalu mengikuti perkembangan terakhir kurs rupiah, maka kami usulkan sama dengan BI yakni 13.000 sampai 13.400 per dolar AS pada 2016. Sementara untuk asumsi inflasi masih sama 4 plus minus 1 persen," terang dia.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur BI, Agus Martowardojo menambahkan, BI masih memproyeksikan asumsi kurs rupiah seperti sebelumnya 13.000 per dolar AS hingga 13.400 per dolar AS karena realisasi nilai tukar sampai dengan Juni 2015 ini.
"Secara year to date sampai dengan Juni ini, kisaran rupiah masih di level 13.000 per dolar AS. Kami akan terus berupaya mengendalikan volatilitas nilai tukar karena itu adalah mandat utama untuk BI," ujarnya.
BI, kata Agus, akan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia, serta inflasi. Bersama pemerintah, lanjutnya, BI akan terus berkoordinasi dalam rangka stabilisasi kurs rupiah. (Dny/Gdn)
Dirut Mandiri: Pelemahan Rupiah Masih dalam Batas Wajar
Menkeu, Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah sebelumnya memperkirakan asumsi nilai tukar rupiah pada rentang 12.800 per dolar AS.
Advertisement