Liputan6.com, Jakarta - Pemberian tanda terima kasih atas jasa pelayanan atau berkaitan dengan jabatan alias gratifikasi kerap diterima Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurrachman Ruki dan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo. Padahal barang yang diterima keduanya adalah kenang-kenangan atas dedikasinya di sebuah perusahaan sebagai Komisaris.
Ruki dalam Penandatanganan Komitmen Pengendalian Gratifikasi menuturkan, saat melepas jabatan sebagai Komisaris Utama di Bank Jabar diberikan kenang-kenangan sebuah cincin batu safir. Namun karena dia menanggalkan jabatan ini dan pindah sebagai Pimpinan KPK, dirinya melaporkan pemberian tersebut ke Unit Pengendalian Gratifikasi.
"Akhirnya ditetapkan cincin batu safir itu ditetapkan menjadi milik negara. Lalu saya bilang, apa salahnya saya memilikinya kan itu kenang-kenangan sebagai mantan Komut. Lalu dibilang boleh saya memilikinya, asal bayar seharga cincin itu Rp 1 juta, dan saya bayar Rp 1 juta. Tapi dalam hati, kok Bank Jabar cuma beri hadiah Rp 1 juta," canda dia di kantor Kemenkeu, Jakarta, Rabu (24/6/2015).
‎Sementara Wamen Mardiasmo, dijelaskan Ruki, pernah mendapat kenang-kenangan jam tangan senilai Rp 75 juta saat berhenti dari jabatan Komisaris Bank BTN. Mardiasmo pun melaporkannya ke Unit Gratifikasi dan karena berhubungan dengan jabatan, akhirnya itu menjadi barang milik negara.
"Ternyata pas dikonfirmasi, Bank Jabar memang memberi kenang-kenangan kepada mantan pejabatnya dengan maksimal nilai Rp 1,5 juta. Mereka memberikan cincin kepada saya dengan harga yang masih dalam batas ketentuan itu. Sedangkan BTN enggak ada batasan. Itu saja dia terima karena setelahnya jadi Wamen, coba kalau lebih dari itu jabatannya, pasti Pak Mardiasmo bisa mendapat kenang-kenangan satu unit Mercedes S30," celetuk dia.
Contoh kasus lain, Ruki mengaku pernah melihat dengan mata kepalanya pemberian parsel lebaran senilai Rp 24 juta. Parsel itu berisi lampu hias dari kristal Swarovski mewah.
"Jadi kita harus tahu atau punya sense, bahwa itu pasti bentuk gratifikasi. Ada konflik kepentingan, sehingga perlu pengendalian diri dari bentuk gratifikasi," tegas dia.(Fik/Ndw)