Sukses

LPS Tak Khawatir Dampak Krisis Yunani

Krisis Yunani berdampak pada pasar saham dan menurunnya nilai tukar mata uang di beberapa negara.

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tak khawatir krisis Yunani akan berdampak pada perbankan di Indonesia. Hal itu disampaikan, oleh Pelaksana Tugas Kepala Eksekutif Fauzi Ichsan di Jakarta, Selasa (30/6/2015).

Fauzi menjelaskan, kendati saat ini pasar finansial telah mengalami guncangan, namun kondisi perbankan Indonesia masih kuat. "Keadaan makro berubah cepat, dengan kemungkinan besar Yunani menunggak pembayaran kepada IMF 1,6 miliar Euro, tentunya dampak pasar finansial global sangat terasa. Namun dampak terasa Indonesia kita bilang keadaan perbankan Indonesia masih kuat," ujarnya.

Dia beralasan ada dua faktor yang mendukung asumsi tersebut. Pertama, kredit macet atau non performing loan (NPL) Indonesia masih aman di  rata-rata 2,5 persen. "NPL perbankan Indonesia 2,5  persen menunjukan perbankan Indonesia masih kuat hadapi krisis Yunani," ujarnya.

Kemudian porsi perekonomian Yunani di Eropa kecil. Jadi, jika terjadi guncangan hanya berdampak terbatas. "Di Eropa, ekonomi Yunani kurang dari 2 persen. Sehingga diperkirakan masyarat ekonomi Eropa dan ECB  bisa meredam dan karantina krisis Yunani sendiri. Dan dampak yang terbatas," ujarnya.

Bank Indonesia (BI) pun juga berpendapat hampir sama dengan LPS. BI justru lebih khawatir akan dampak kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve atau The Fed ketimbang dampak dari krisis yang terjadi di Yunani.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menjelaskan, hal lain yang lebih mengkhawatirkan ialah ekonomi China melambat. Pasalnya, selama ini China sebagai mitra dagang Indonesia.

"Iya. Kalau ditanya khawatir ya kenaikan suku bunga The Fed lebih dominan, dan juga perlambatan ekonomi China. Kita lihat China turunkan suku bunga beberapa kali," kata Mirza.

Dia menuturkan, dampak dari Yunani hanya bersifat temporer atau sementara saja. Mengingat, Yunani bukan sekali saja mengalami krisis. Jadi, investasi pun telah keluar dari Yunani sebelum krisis yang terakhir ini terjadi. "Menurut saya dampak temporer. Tapi setelah itu bisa dibilang minimal. Exposure itu sudah menurun sejak 2010-2011," ujar Mirza.

Kendati begitu, krisis Yunani berdampak pada pasar saham dan menurunnya nilai tukar mata uang di beberapa negara. Menurut Mirza, itu merupakan reaksi normal tapi tak berdampak signifikan.

"Memang pada hari ini saham di Eropa jatuh, mata uang negara Eropa agak lemah, rupiah juga. Itu reaksi yang normal saja. Tapi tidak akan terlalu signifikan dibandingkan saat krisis Yunani pada  2011," tandas dia. (Amd/Gdn)

Â