Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi E-Commerce Indonesia (iDEA) mengukapkan belum ada angka resmi yang mencatat nilai transaksi industri e-commerce di Indonesia. Belum ada data transaksi tersebut karena usia dari e-commerce masih cukup muda. Selain ukurannya masih relatif kecil, tidak tercatatnya nilai transaksi disebabkan belum ada industri e-commerce yang menyandang perusahaan terbuka atau Tbk.
"Saat ini bisnisnya sangat muda, belum ada lembaga research yang bisa memastikan nilai transaksinya. Beda dengan China yang punya perusahaan terbuka," ujar Ketua Dewan Pengawas iDEA William Tanuwijaya, di Jakarta, Rabu (1/7/2015).
Ia melanjutkan, sebuah lembaga research independen mengungkapkan bahwa nilai transaski e-commerce di Indonesia masih berada di bawah 1 persen dari nilai perdagangan ritel. Angka tersebut juga jauh dari torehan negara tirai bambu yang mampu menembus 7 persen.
Oleh sebab itu, ia meminta kepada pemerintah untuk bisa mendukung pertumbuhan industri e-commerce agar bisa menyamai China.
"Justru mendukung e-commerce menjadi perusahaan terbuka ada data. Misal Alibaba pemegang 80 persen marketplace di China. Setiap tahun mempublikasinya datanya. Di Indonesia masih kecil, berusaha menjadi Alibabanya Indonesia. Semua perusahaan menutup data mereka. Secara research independen 0,2 persen sampai 0,7 persen dari ritel keseluruhan," ujarnya.
Meskipun masih cukup kecil, William menurutkan bahwa peluang Indonesia untuk setara dengan China relatif besar. Hal itu disebabkan pangsa Indonesia begitu besar.
"Pangsa pasar RI menurut research cukup besar.Singapura penduduk 5 juta penduduk US$ 1,7 miliar, Indonesia 250 juta penduduk masih US$ 1,3 miliar," tutupnya. (Amd/Gdn)
RI Belum Punya Data Jelas Soal Nilai Transaksi Perdagangan Online
Nilai transaski e-commerce di Indonesia masih berada di bawah 1 persen dari nilai perdagangan ritel.
Advertisement