Sukses

Bir Lenyap dari Minimarket, Setoran Bea Cukai Anjlok

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melihat beberapa faktor yang akan mempengaruhi penerimaan bea dan cukai tahun depan.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melihat beberapa faktor yang akan mempengaruhi penerimaan bea dan cukai tahun depan. Pasalnya, Unit Eselon I Kementerian Keuangan ini pesimistis target penerimaan bea dan cukai 2015 sebesar Rp 195 triliun akan tercapai.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi mengungkapkan, tiga faktor besar yang diperkirakan akan mengganggu penerimaan bea dan cukai 2016, antara lain, pemberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20 terkait pelunasan cukai mulai 2015, penurunan produksi rokok dan larangan menjual minuman beralkohol di minimarket.

Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Keuangan bersama DPR tengah membahas postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016, termasuk penerimaan negara dari sektor Bea dan Cukai.

"Pertama, dalam PMK Nomor 20 itu, enggak boleh lagi carry over. Jadi pembayaran atas cukai yang dipesan pada tahun ini harus dilunasi maksimal sampai 31 Desember 2015. Ini akan mempengaruhi penerimaan yang bisa dikumpulkan di tahun depan karena semua sudah dibayar pada 2015, sehingga akan mengurangi penerimaan 2016," tegas dia di Jakarta, Senin (6/7/2015).

Lebih jauh dijelaskan Heru, faktor kedua, potensi terjadinya penurunan produksi rokok dari pabrik-pabrik rokok besar maupun skala kecil menengah. Dia memperkirakan kemungkinan merosotnya produksi rokok pada tahun ini mengingat beberapa pabrik rokok besar jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Lumajang dan Jember terpaksa tutup. Namun saat ditanyakan berapa potensi anjloknya produksi rokok, Heru mengaku belum menghitung.  

"Nanti kita akan evaluasi atau pantau kegiatan produksi pabrik rokok sampai akhir 2015. Tahun ini saja kemungkinan turun produksinya lantaran perokok mulai sadar dan memperhatikan faktor kesehatannya," terang dia.

Dengan kondisi ketidakpastian ini, diakui Heru, Ditjen Bea dan Cukai belum dapat memutuskan soal kenaikan tarif cukai rokok di 2016. Sebab pihaknya mesti melihat perkembangan penerimaan cukai setiap saat.

"Jadi belum ada keputusan atau ketetapan pemerintah akan menaikkan atau tidak tarif cukai rokok. Kita akan pantau produksi rokok, jangan sampai kita kenakan tarif tinggi misalnya saat produksi rokok sedang turun. Ini akan memukul pabrik-pabrik," tegasnya.

Dan faktor ketiga yang dapat mempengaruhi penurunan penerimaan bea dan cukai tahun depan, sambung Heru, karena dampak pemberlakuan aturan larangan jual bir berkadar alkohol di atas 5 persen di minimarket. "Jumlah atau nilainya belum tahu," ucap dia.

Heru memperkirakan target penerimaan bea dan cukai hanya sanggup terkumpul 95 persen atau senilai Rp 185,33 triliun di akhir Desember 2015. Sementara proyeksi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015 dipatok Rp 195 triliun.

"Kemungkinan prognosa 2015 hanya tercapai 95 persen atau Rp 185,33 triliun. Penyebab utamanya karena penerimaan Bea Keluar yang baru terkumpul Rp 2 triliun sampai Juni ini dari target Rp 12 triliun. Baru sedikit, sebab harga CPO masih di bawah US$ 750 per metrik ton atau tidak seperti asumsi. Sedangkan penerimaan dari Cukai optimistis 100 persen," paparnya.  

Data Heru menunjukkan, penerimaan bea cukai sepanjang semester I 2015 ini mencapai Rp 77,6 triliun dari target sebesar Rp 195 triliun sampai dengan akhir tahun ini. Terdiri dari Rp 60,1 triliun merupakan penerimaan Cukai dan Rp 15,4 triliun Bea Masuk dan Bea Keluar Rp 2 triliun.

"Cukai Hasil Tembakau Rp 58,3 triliun, dari Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) Rp 1,7 triliun, cukai Etil Alkohol (EA) Rp 100 miliar, Bea Masuk Rp 15,4 triliun, Bea Keluar Rp 2 triliun," papar dia.

Dibanding realisasi periode yang sama 2014, penerimaan cukai mencapai Rp 57,4 triliun. Terdiri dari cukai Hasil Tembakau Rp 55 triliun, cukai MMEA Rp 2,3 triliun, cukai dari EA Rp 100 miliar, Bea Masuk sebelumnya lebih tinggi Rp 16,3 triliun dan Bea Keluar Rp 7,2 triliun. (Fik/Ndw)

Video Terkini