Liputan6.com, Athena - Penolakan warga Yunani terhadap seluruh ketentuan para kreditor pada referendum yang digelar 5 Juli kemarin diprediksi dapat memperbesar keluarnya negara tersebut dari Zona Euro.
Hal itu juga dapat membuat Yunani kembali menggunakan mata uang Drachma (mata uang Yunani sebelum menggunakan Euro).
Melansir laman mirror.co.uk, Selasa (7/7/2015), tak menunggu lama, seorang sopir taksi di Yunani tampak mulai menerima pembayaran dengan menggunakan drachma.
Advertisement
Foto sang sopir taksi tersebut berhasil diabadikan seorang jurnalis Wall Street Journal Mark Kelly yang kemudian mempublikasikannya melalui akun Twitter @movingpictureTV.
Sang sopir taksi mengaku mulai menerima Drachma, mata uang yang ditinggalkan Yunani setelah bergabung dengan euro pada 2001.
Di foto tersebut, tampak sang sopir taksi menempelkan salah satu lembaran mata uang drachma di dashboard taksi, lengkap dengan keterangan dirinya menerima Drachma sebagai alat pembayaran dari para penumpang.
Meski ada kemungkinan Yunani akan meninggalkan Euro dan menggunakan Drachma, Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras sempat membantah tersebut.
Tsipras mengatakan, sebelum pemilihan, bahkan dengan penolakan rakyat Yunani, negaranya masih bersedia menggunakan Euro sebagai alat transaksi yang sah.
Namun para ekonom memandang, Yunani akan terdorong untuk keluar dari Zona Euro dan terpaksa menggunakan mata uang lamanya, Drachma.
Mengganti mata uang menjadi Drachma juga dianggap sebagai tantangan besar bagi Yunani mengingat, jika itu diterapkan, Drachma akan memiliki nilai tukar yang sangat rendah terhadap berbagai mata uang lain.
"Yang paling menantang dari pergantian mata uang adalah membangun proses distribusi yang efisien dan memastikan mata uang itu tersedia di mana pun," kata Head of Treasury Directory di Bank Sentral Kroasia Boris Raguz.
Kesulitan lain yang akan dialami Yunani adalah saat bank-bank mulai menerbitkan mata uang Drachma. Penyebarannya juga dapat terganjal jika sebagian toko hanya ingin menerima pembelian dengan Euro lantaran ragu dengan nilai dari drachma.
"Kapan konversinya dilakukan? Di level berapa? Itu pertanyaan besar," kata Professor of Economics di Insead Business School, Antonio Fatas.(Sis/Nrm)