Liputan6.com, Jakarta - Pembangunan fasilitas pengelolaan dan pemurnian (smelter)Â Gresik, Jawa Timur milik PT Freeport Indonesia telah mencapai 13,46 persen.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana mengatakan, kemajuan pembangunan smelter tersebut dicantumkan dalam pengajuan perpanjangan izin ekspor pada 26 Juni 2015.
"Freeport mengklaim sudah mencapai kemajuan pembangunan smelter 13,46 persen," kata Dadan, di Jakarta, Senin (6/7/2015).
Advertisement
Dadan menuturkan, laporan kemajuan tersebut sedang dievaluasi oleh Kementerian ESDM. "Tim teknis akan mengevaluasi sesuai dengan laporan dari akuntan publik atas biaya yang sudah dikeluarkan oleh Freeport," kata Dadan.
Izin ekspor Freeport akan berakhir pada 25 Juli 2015. Pemerintah memberikan izin ekspor selama 6 bulan dan bisa diperpanjang untuk enam bulan berikutnya.
Pengajuan permohonan perpanjangan izin ekspor diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian.
Dalam peraturan tersebut, permohonan perpanjangan paling cepat dilakukan 45 hari dan paling lambat 30 hari sebelum rekomendasi ekspor berakhir.
Sebelumnya Ketua Penelaah Smelter Nasional Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Said Didu mengatakan, fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral Gresik yang akan dibangun PT Freeport Indonesia mereklamasi 20 hektare pantai.
Said mengatakan, saat ini pembangunan smelter Freeport Indonesia di Gresik Jawa Timur mengalami kemajuan yang ditunjukkan dengan penentuan lahan untuk membangun smelter. "Sebenarnya ada kemajuan, saya ingin mengecek betul," kata Said.
Ia melanjutkan, pembangunan smelter berkapasitas 2 juta ton yang berdiri di atas lahan seluas 80 hektare, dengan 20 hektare di antaranya mereklamasi pantai. "Karena sudah clear lahan 80 hektare itu yang sudah clear 60 hektare dan 20 hektare itu reklamasi," tutur Said.
Menurut Said, pembangunan smelter bernilai investasi US$ 2,3 miliar tersebut sudah mendapat izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dari pemerintah daerah setempat. "Sudah dapat izin dari Pemda kata PTFI. Tinggal titik koordinat beda. Tapi itu tidak menghambat," jelas Said. (Pew/Ahm)