Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia menilai kebijakan reformasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) di era pemerintah Joko Widodo (Jokowi) kurang konsisten. Kebijakan tersebut menghapus subsidi BBM Premium dan subsidi tetap Solar.
Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia, Ndiame Diop mengungkapkan, pemerintah Jokowi memangkas biaya subsidi BBM menjadi 0,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun ini. Reformasi subsidi BBM ini mulai berlaku efektif per Januari 2015.
Baca Juga
"Tapi implementasi sistem penetapan harga baru untuk bensin dan solar sejauh ini enggak merata. Pemerintah belum menunjukkan konsistensi perubahan lainnya," ujar dia di Jakarta, Rabu (8/7/2015).
Advertisement
Diop menuturkan, hal ini menimbulkan kebingungan dan memicu kekhawatiran apabila belanja subsidi yang sifatnya boros serta regresif itu akan meningkat lagi, terutama jika harga BBM dalam rupiah kembali naik.
Menanggapi pernyataan tersebut, Pelaksana Tugas Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah harus menetapkan waktu yang pas untuk menyesuaikan harga BBM apakah naik atau turun mengikuti harga minyak dunia.
"Apalagi sekarang bulan puasa, kita lihat pergerakannya setelah Lebaran. Sekarang saya dapat laporan harga minyak turun lagi, tapi harga di SPBU tidak mungkin berubah setiap hari. Yang pasti di APBN, harga, item, biaya untuk bayar subsidi Premium nol, jadi pemerintah tidak boleh keluarkan itu," tegas dia. (Fik/Ahm)