Liputan6.com, Jakarta - Perlambatan ekonomi China mesti diantisipasi karena berdampak langsung pada pasar modal Indonesia. Analis Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Hans Kwee mengatakan China merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia sehingga akan jika terjadi perlambatan ekonomi di China akan juga berdampak kepada perusahaan Indonesia.
Hans melanjutkan, melambatnya perekonomian China berdampak pada menurunnya permintaan komoditas Indonesia. China merupakan konsumen nomor 1 untuk batu bara, nomor 2 untuk minyak dan nomor 3 untuk CPO di dunia. "Beberapa komoditas ini sangat berhubungan dengan kita," kata dia, di Jakarta, Rabu (8/7/2015).
Ia melanjutkan, melambatnya perekonomian China disebabkan oleh berubahnya basis perekonomian yang semula ditunjang investasi menjadi konsumsi. "Dia mau switch tidak akan tumbuh 10 persen lagi. Paling 7 persen hingga 8 persen mungkin turun 6 persen," ujarnya.
Artinya, dipastikan bahwa pertumbuhan ekonomi China akan melambat dalam dua sampai tiga tahun ke depan. "Dampaknya pada Indonesia kalau lihat Bursa Shanghai jatuh dampaknya tidak akan besar bagi kita. Dampaknya ekonomi slowing down akan 2 tahun hingga 3 tahun ke depan sehingga harga komoditas sulit bergerak ke atas," paparnya.
Namun begitu, dalam waktu dekat untuk harga CPO diperkirakan akan naik. Hal itu mengingat efek El Nino akan berdampak pada menurunnya produktivitas CPO yang imbasnya pada kenaikan harga. "Isu El Nino harga mengangkat CPO ke atas, berpengaruh 6 bulan ke depan," tandas dia.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia juga mewaspadai perkembangan ekonomi China dan berusaha memperkuat ketahanan ekonomi nasional. "Yah kita ini yang penting menjalankan ketahanan ekonomi nasional," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), di Kantor Wakil Presiden.
Terkait krisis yang terjadi di China, JK tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Ia menuturkan krisis yang terjadi membawa dampak bagi Indonesia. "Pasti ada dampak," tutur dia singkat.
Kemudian, JK pun menunjukkan sebuah kertas yang bertuliskan: Greece Crisis is Nothing Compared to China. Dilansir dari CNNMoney, Selasa 7 Juli 2015, pasar saham China mengalami gelembung atau bubble karena The Shanghai dan Shenzen Stock Exchange Composite Index turun hingga 30 persen dari angka tertingginya. Dalam laporan tersebut disebutkan, para investor harus lebih berhati-hati terhadap krisis di China dibandingkan dengan krisis Yunani.
Sementara itu, Ekonom pasar global Bank Permata Joshua Pardede menjelaskan dampak krisis Yunani terhadap nilai tukar Rupiah tidak akan lebih besar daripada normalisasi kebijakan moneter Bank Sentral AS, The Fed. Isu mengenai keluarnya Yunani dari kawasan pengguna mata uang tunggal euro, menurut Joshua, juga hanya akan bersifat jangka pendek. (Amd/Gdn)
Perlambatan Ekonomi China Jadi Ancaman Pasar Modal Indonesia
Dipastikan bahwa pertumbuhan ekonomi China akan melambat dalam dua sampai tiga tahun ke depan.
Advertisement