Sukses

Top 5 Bisnis: Separuh Warga Yunani Tak Punya Pekerjaan

Berikut lima artikel yang paling diburu di kanal bisnis Liputan6.com edisi Rabu, 8 Juli 2015:

Liputan6.com, Jakarta - Drama krisis Yunani terus berlanjut. Mayoritas penduduknya setuju untuk tidak menerima dana talangan dari negara Uni Eropa dan otomatis keluar dari zona euro. Hal ini tidak membuat keadaan di dalam negeri para dewa itu membaik. Bank-bank masih banyak yang tutup dan ribuan orang setiap harinya turun ke jalan berdemonstrasi.

Banyak media di negara itu yang menyebut Yunani telah masuk dalam depresi, bukan resesi. Pendapatan domestik bruto telah turun 25 persen dalam enam tahun terakhir. Angka pengangguran naik dari 10 persen pada 2010 menjadi 25 persen pada Maret ini. Satu dari dua warga berusia 25 tahun tidak memiliki pekerjaan.

Banyak masyarakat di sana yang memilih opsi keluar dari Yunani. Sebanyak tiga persen dari populasi Yunani telah menempuh jalan tersebut sejak 2010. Mereka yang tetap bertahan dan bekerja menghadapi pemotongan gaji yang signifikan. Banyak pebisnis bangkrut.

Informasi mengenai keadaan warga Yunani yang terpuruk tersebut menjadi artikel yang paling dicari pembaca. Tak hanya itu, ada juga artikel lain yang menarik seperti sekolah yang hanya bisa dihuni oleh anak-anak orang kaya saja.

Lengkapnya, berikut lima artikel yang paling diburu di kanal bisnis Liputan6.com edisi Rabu, 8 Juli 2015:

1. Begini Hancurnya Situasi Dalam Negeri Yunani

Seorang warga Yunani, Konstantinos Papageorgiou, terpaksa bekerja serabutan karena tidak memiliki pekerjaan tetap sejak lulus kuliah dua tahun lalu. Ia hidup bersama orang tuanya yang telah pensiun. "Banyak orang yang tidak seberuntung saya, punya keluarga yang membantu (keuangan)," kata Papageorgiou.

Sistem pensiun di Yunani menjadi sumber utama perdebatan panjang untuk mendapat dana talangan selama bertahun-tahun. Negara ini menganggarkan dana pensiun lebih besar dari negara Uni Eropa lainnya.

2. 5 Alasan Buruk Buat Pindah Kerja

Hampir kebanyakan orang melakukan pekerjaan demi mendapatkan kepastian finansial setiap bulan. Tapi itu bukan berarti dirinya mencintai pekerjaan yang dilakukan.

Sementara itu, memiliki pekerjaan yang dapat memberikan Anda kepuasan akan menjadi salah satu faktor yang menentukan kebahagiaan hidup. Sayangnya, beberapa perusahaan cenderung terus menekan para pegawai dan membuatnya berniat berhenti kerja.

Saat beberapa orang memilih meninggalkan pekerjaan secara baik-baik, sebagian lain justru keluar begitu saja dengan alasan yang buruk. Hati-hati, masa depan karir Anda bisa terganggu jika Anda melakukannya.

3. Presiden: Indonesia Harus Bersakit-sakit Dahulu

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa masyarakat Indonesia harus bersakit-sakit dahulu menghadapi situasi penurunan perekonomian saat ini.

"Saya harus katakan apa adanya, memang ada penurunan di berbagai sektor. Hal itu lantaran ekonomi Indonesia terkena dua pukulan. Pertama, dari sisi permintaan dari negara tujuan ekspor turun. Kedua, penurunan harga produk ekspor," kata ujar Jokowi dalam acara buka puasa bersama pemimpin redaksi media massa, di Istana Negara, Rabu (8/7/2015) malam.

Di sisi lain, lanjutnya, terjadi penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Jokowi menjelaskan, rupiah sebenarnya sejak tahun 2012 rupiah sudah menunjukkan tren menurun.

4. Cuma Anak Orang Kaya yang Bisa Belajar di Sekolah Ini

Terkenal sebagai sekolah dengan biaya tinggi, Aiglon College menjelma sebagai salah satu lembaga pendidikan paling sempurna di dunia. Maklum saja, setiap tahun, para siswa harus membayar uang sekolah senilai US$ 63 ribu atau Rp 841,4 juta (kurs: Rp 13.356/US$).

Sekolah asrama asal Inggris ini berlokasi di sekitar wilayah pegunungan. Para siswa juga dapat bermain ski di sekitar sekolah jika berminat.

Bagi Anda yang senang dengan berbagai kegiatan outdoor, Aiglon College adalah tempatnya. Itu lantaran lokasinya yang cocok bagi para pecinta hiking dan petualangan ringan lainnya.

5. Tak Ingin Krisis 98 Terulang, Pemerintah Harus Perhatikan Ini

Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Anwar Nasution menilai, kondisi ekonomi Indonesia mirip dengan krisis keuangan di periode 1997-1998. Untuk keluar dari masalah tersebut, pemerintah Joko Widodo (Jokowi) perlu merombak kebijakan pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Kita ini punya masalah serius, di mana pertumbuhan ekonomi terus menurun, rupiah melemah. Ini menggambarkan ada masalah, khususnya di sektor perbankan dan utang luar negeri swasta," ujar Anwar di Jakarta, Rabu (8/7/2015).

Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) ini mengakui saat krisis moneter melanda Indonesia pada 1997, kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) perbankan meningkat, dan ketidakmampuan swasta membayar utang luar negeri. (Gdn/Nrm)