Sukses

Rakyat Yunani Bikin Keputusan Tepat Soal Dana Talangan

Banyak kalangan mengutuk orang Yunani sebagai pemalas, tidak tahu berterima kasih, dan tidak mau menerima gaya hidupnya yang boros.

Liputan6.com, Athena - Pekan lalu, masyarakat Yunani telah membuat keputusan menolak rencana mendapat dana talangan dari para kreditur, termasuk negara-negara Uni Eropa. Banyak kalangan mengutuk orang Yunani sebagai pemalas, tidak tahu berterima kasih, dan tidak mau menerima gaya hidupnya yang boros.

Namun, seperti ditulis Forbes.com, Sabtu (11/7/2015), keputusan Yunani sudah benar. Pemberi pinjaman telah memaksa dengan terang-terangan dan tidak adil kepada negara para dewa itu. Mereka memperlakukan Yunani seperti remaja yang tidak bertanggung jawab dan harus dimarahi orang tuanya.

Lima poin berikut ini menjadi alasan rakyat Yunani telah membuat keputusan benar:

1. Penghematan bukan solusi untuk setiap masalah ekonomi.

Para kreditor dan bankir dan pembuat kebijakan di Uni Eropa ingin melanjutkan program penghematan yang menyebabkan 25 persen rakyat Yunani pengangguran. Tidak semua masalah dapat selesai dengan melempar orang lain keluar dari pekerjaannya.

Jika Anda banyak utang dan bank tiba-tiba menelpon merekomendasikan Anda berhenti bekerja, rasanya tidak masuk akal. Tidak ada logika ekonomi yang pintar dari penghematan, setiap langkahnya hanya terdengar gila.

2. Program sosial Yunani kurang dermawan dibandingkan Prancis dan Jerman

Yunani saat ini mendapat stigma pemalas dan korup dari negara-negara tetangganya. Pusat dari hinaan itu adalah karena Yunani memiliki program sosial yang sangat murah hati. Tapi di sisi lain ada sebuah ironi.

Ketika Yunani masuk zona Euro, pada 2001 hingga 2007 (awal krisis keuangan dunia), pemerintahnya mengalokasikan 20,6 persen produk domestik bruto untuk program sosial. Pada jangka waktu yang sama, Jerman dan Prancis masing-masing mengalokasikan 26,7 persen dan 28,7 persen dari PDB negaranya. Tentu angka ini tidak mendukung hipotesis Yunani yang pemalas.

3. Produktivitas tenaga kerja Yunani meningkat lebih cepat dari Jerman

Yunani telah mengurangi uang di program sosial Bahkan pekerjanya lebih produktif dibanding Jerman. Produktivitas ini disokong oleh para pekerja dengan upah tinggi.

Namun, karena Yunani bergabung dengan euro, menyebabkan standar hidup naik dan terjadinya defisit perdagangan. Sementara, biaya tenaga kerja di Jerman dapat ditekan sejak adanya aturan pasar tenaga kerja yang fleksibel pada 2002.

4. Krisis Yunani terjadi karena defisit perdagangan, bukan pengeluaran jaminan sosial pemerintah

Dalam rangka memahami sifat sebenarnya dari krisis Yunani, sangat penting untuk tahu kalau masalahnya ada pada defisit perdagangan negara itu. Jika Yunani membeli banyak barang dan jasa dari Jerman, sementara tidak sebaliknya, maka mereka harus membiayai semua itu dengan menjual aset keuangan atau pinjaman.

Hal tersebut menciptakan utang eksternal. Sebaliknya, jika mereka menjual lebih banyak ke Jerman, maka Jerman harus menjual aset dan meminjam pada Yunani. Keadaan ini bisa menyebabkan krisis terlepas dari keseimbangan anggaran pemerintah.

5. Krisis Yunani terjadi karena manajemen yang salah di zona euro

Krisis keuangan di Eropa sifatnya sistemik. Karena memakai mata uang yang sama, defisit perdagangan bisa terjadi terus dan menyebar ke mana-mana. Inilah yang terjadi di Yunani ketika pertumbuahan ekonominya naik, defisit perdagangan naik, maka utang pun bertambah.

Bisa dibilang pertumbuhan ekonomi Yunani sejak masuk ke zona euro menjadi sangat cepat. Dari 2001 sampai 2008, pertumbuhan PDB Yunani rata-rata mencapai 3,6 persen. Di Jerman hanya 1,3 persen. Impor barang Yunani naik lebih cepat dari Jerman. Ini berarti Yunani menemukan diri mengumpulkan utang dan menyebabkan krisis akhirnya.

Namun, apakah itu pertanda Yunani pemalas dan bergantung pada uang pensiun tinggi? Tentu tidak. Krisis terjadi karena sejak ia masuk zona euro, Yunani telah lebih sukses dari Jerman dalam memperluas ekonomi, produktivitas, dan pendaptan sehingga bisa memberikan benefit lebih banyak kepada kaum pekerjanya.

Reporter: Elsa Analet

(Elsa/Ndw)

Â