Liputan6.com, Jakarta - Pekerja Jakarta International Countainer Terminal (JICT) meminta Direktur Utama IPC RJ Lino untuk transparan dalam perpanjangan konsesi JICT. Hal itu dinilai penting agar aksi korporasi BUMN pelabuhan yang melibatkan asing, Hutchison Port Holdings (HPH) tidak merugikan negara.Â
"Seharusnya Dirut IPC berani buka dokumen hukum dan kajian finansial perpanjangan konsesi JICT ke publik jika prosesnya dilakukan dengan transparan dan benar, dari sisi Hukum UU mengatakan Pelindo harus konsesi dulu dengan Kemenhub‎," kata Ketua Serikat Pekerja, Nova Hakim dalam keterangannya di Jakarta, Senin (13/7/2015).
Nova menuturkan, saat ini proses tersebut tidak dijalankan sesuai izin bersyarat pemegang saham dalam hal ini Kementrian BUMN. Dia menilai, harga jual yang ditawarkan manajemen sangat murah dibanding 1999 dan dilakukan secara terburu-buru serta tendernya tertutup‎.
Advertisement
"Meneg BUMN melalui surat No S.316/MBU/2015 tertanggal 9 Juni 2015 memberikan izin bersyarat bukan izin 100 persen mutlak. Salah satunya perpanjangan konsesi harus melibatkan regulator pelabuhan," tegas Nova.
Selanjutnya, berdasarkan review Direktur BPKP Bambang Utoyo Nomor LAP697/D502/2/2012 dan dikuatkan dengan Tim pengawas (Oversight Committee) yang dibentuk RJ Lino dengan Ketua Erry Riyana Hardjapamekas, proses perpanjangan konsesi JICT harus dilakukan dengan tender terbuka.
Selain agar tercapai harga optimal (best value), hal ini juga untuk menghindari risiko tuntutan post bidder claim yang melekat ke peserta tender awal tahun 1999.
Namun menurut Nova, pada kenyataannya setelah amandemen kontrak perpanjangan ditanda tangan IPC dan HPH pada 5 Agustus 2014, manajemen beralasan telah menunjukkan tawaran kontrak tersebut dan menantang penawaran lebih baik dari operator global lain seperti DP World, APM Maersk Line, PSA dan China Merchant Group. Selain itu manajemen mengklaim proses perpanjangan sudah direview oleh Jamdatun.
"Kapuspen Hukum Kejaksaan Agung Toni Spontana bilang belum pernah mendengar Kejaksaan Agung memberikan opini tersebut. Celakanya opini Jamdatun ini mau diadu dengan UU pelayaran dan Menteri Perhubungan," ujar Nova.
Dari aspek finansial, rendahnya penjualan yang hanya US$ 215 juta dibanding 1999 senilai US$ 243 juta ditegaskan Financial Research Institute (FRI), konsultan independen yang ditunjuk Dewan Komisaris Pelindo II.‎
Karena itu, pihaknya meminta pemerintah dan penegak hukum segera mengambil tindakan atas pelanggaran yang dilakukan Lino dalam perpanjangan konsesi JICT.
"Kami akan laporkan ini dan meminta semua pihak yang terlibat dalam proses ini diperiksa," pungkas Nova. (Yas/Ahm)