Â
Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah kian melemah hingga berada di kisaran 13.400 per dolar Amerika Serikat (AS). Dengan kondisi demikian, mau tak mau pemerintah mestinya menaikkan harga jual bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium.
Â
Direktur Eksekutif Indonesian Resourcess Studies (IRESS) Marwan Batubara, kenaikan harga BBM naik pada Januari 2014 ditetapkan saat kurs rupiah 12.000 per dolar AS dan harga minyak dunia US$ 50-US$ 60 per barel.
Â
Sementara saat ini, meski harga minyak dunia turun ke level US$ 49 per barel, namun kurs rupiah melemah 13.400 per dolar AS. Jika pemerintah konsisten dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014,  harga BBM memang terpaksa harus naik.
Â
Jika pemerintah tidak Kecuali pemerintah mau memberi  subsidi di APBN, atau pemerintah perintahkan agar BUMN yang serap kerugian seandainya harga tidak perlu naik. Dan hal ini melanggar UU BUMN," kata dia, Jakarta, Sabtu (25/7/2015).
Â
Marwan menerangkan perhitungan harga BBM sudah ada di Perpres No.191/2014. Dimana, penentu harga BBM meliputi harga minyak mentah dunia dan nilai tukar. Kemudian disertai dengan biaya-biaya tambahan meliputi angkutan, distribusi, penyimpanan dan pengilangan.
Â
Ada lagi faktor pembentuk harga yakni PPN 10 persen, margin stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dan keuntungan badan usaha (BU). Untuk itu, Marwan meminta pemerintah tegas dalam menerapkan setiap ketentuan yang ada.Â
Â
"Seharusnya pemerintah bersikap jantan, konsisten terapkan formula atau alokasikan dana di APBN Â untuk subsidi BBM. Yang terjadi sekarang, subsidi sudah tidak ada, pemerintah takut dihujat. Maka harga jual lebih rendah dan yang jadi korban adalah BUMN," jelasnya.
Â
Marwan pun menambahkan, seharusnya setiap perubahan harga harusnya disampaikan ke publik. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya kisruh yang berlarut-larut. (Amd/Ndw)
Â