Sukses

Masyarakat Banten Harus Siap Hadapi MEA

Pemerintah Provinsi Banten harus memperbaiki kualitas pendidikan untuk menghadapi MEA.

Liputan6.com, Lebak - Masyarakat Provinsi Banten diharapkan untuk lebih siap dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan berlangsung pada akhir Desember 2015 mendatang. Khususnya dalam peningkatan kualitas pendidikan yang harus dimiliki.

"Desember nanti ada masyarakat ASEAN. Orang luar bisa kerja di kita (Indonesia). Kalau orang-orang kita tidak bisa sebagus orang-orang luar, maka kita bisa dijajah. Jangan sampai kita seperti itu," kata kepala Staff Kepresidenan, Luhut Binsar Panjaitan, dalam sambutannya di acara Halal Bihalal Mathla'ul Anwar, di Warung Gunung, Kabupaten Lebak, Banten, Senin (03/08/2015).

Dirinya pun meminta agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten yang dipimpin oleh Rano Karno untuk segera memperbaiki kualitas pendidikan di wilayah tanah jawara, khususnya yang berada di wilayah Banten Selatan.

"Di Banten ini akan banyak pembangunannya. Persoalannya, kalau pendidikannya tidak baik, maka tidak bisa berjalan (pembangunannya). Karena kunci nya di pendidikan," terangnya.

Pendiri Satuan Penaggulangan Terorisme (Sat-Gultor/81) Kopassus ini sangat berharap agar para orang tua bisa berperan serta lebih aktif lagi untuk mendidik anak-anaknya agar bisa mampu bersaing di masa depan. Di saat arus globalisasi semakin tinggi dengan dibukanya MEA.

"Jangan sampai putra-putri anak bapak semua jadi pelengkap penderita, tapi harus jadi tuan dikampungnya sendiri. Kita tidak boleh ekspor barang-barang mentah, tapi harus barang-barang jadi. Itu yang memiliki nilai tambah," tegasnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono. Menurutnya, persaingan antar produk ini tidak menjadi masalah besar yang dihadapi industri dalam negeri, terlebih negara-negara di kawasan ini telah sepakat membebaskan tarif bea masuknya.

"Kita tidak tidak ada masalah di aspek tarif, semua sudah sepakat 0 persen," ujarnya.

Menurut Sigit, yang harus mendapatkan perhatian justru masalah sumber daya manusia (SDM). Pasalnya, belum semua profesi di Indonesia telah bersertifikat.

"Meski sudah ada beberapa ratus profesi yang sudah ada sertifikasi. Tapi masalah sekarang SDM, karena service yang jadi masalah. Masalah lebih ke SDM, jangan sampai ini dimasukan juga," jelasnya.

Sigit menegaskan, untuk menghadapi MEA, masalah sertifikasi ini bukan hanya tanggungjawab dari Kemenperin saja, tetapi juga kementerian dan lembaga terkait. (Yandhi Deslatama/Gdn)