Liputan6.com, Chicago - Dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat menjelang laporan data tenaga kerja membuat harga logam mulia termasuk emas tertekan di awal Agustus 2015. Rilis data tenaga kerja dapat menjadi signal bank sentral AS menaikkan suku bunga pertama kali sejak 2006.
Harga emas untuk pengiriman Desember, yang merupakan kontrak teraktif diperdagangkan di divisi Comex turun US$ 4,2 atau sekitar 0,4 persen menjadi US$ 1.090 per ounce. Di akhir pekan lalu, harga emas berada di level US$ 1.095 per ounce. Sepanjang Juli, harga emas melemah 6,5 persen, dan penurunan terbesar sejak Juni 2013.
Baca Juga
Selain itu, harga perak untuk pengiriman September melemah 0,9 persen ke level US$ 14,65 per ounce usai perdagangan. Harga platinum jatuh 0,7 persen atau US$ 6,9 menjadi US$ 978,10 per ounce.
Advertisement
Ada spekulasi kalau bank sentral Amerika Serikat/The Federal Reserve menaikkan suku bunga di awal September juga telah menopang penguatan Dolar AS. Hal itu membuat daya tarik emas susut sehingga mendorong harga emas ke level terendah dalam lima tahun. Indeks dolar AS naik 0,23 persen terhadap enam mata uang utama lainnya.
"Harga emas mendapatkan tekanan dari sejumlah sentimen negatif. Pelaku pasar khawatir dampak kenaikan suku bunga AS sehingga mengangkat dolar dan menekan harga emas," ujar Fawad Razaqzada, Analis Teknikal Forex.com seperti dikutip dari laman Marketwatch, Selasa (4/8/2015).
Selain itu, harga emas juga dipengaruhi oleh data tenaga kerja pada Jumat pekan ini. Ditambah laporan data nonfarm payrolls. Laporan tersebut dapat menjadi salah satu ukuran bagi kesehatan ekonomi AS.
Ada pun prospek kenaikan suku bunga meningkatkan keuntungan di deposito sehingga lebih menarik bagi pelaku pasar. Dengan mata uang menguat mengurangi daya tarik aset berdenominasi dolar seperti emas. Razaqzada menambahkan, bursa saham positif dan inflasi global turun juga membebani harga emas. (Ahm/Gdn)