Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Resources Studies (IRESS) mencatat kebijakan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral dalam negeri dapat menambah pemasukan negara sebesar US$ 268 miliar atau sekitar Rp 3.628 triliun (asumsi kurs Rp 13.541 per dolar Amerika Serikat).
Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara mengatakan Indonesia mendapatkan kenaikan nilai tambah mineral dari kebijakan hilirisasi dan mata rantai kegiatannya mencapai US$ 268 miliar. Itu diperoleh dalam rentang waktu 2017-2023.
"Hal tersebut berdasarkan hasil kajian IRESS terhadap manfaat ekonomi kebijakan hilirisasi mineral serta dampak yang ditimbulkan dari kebijakan larangan ekspor bijih mineral terhadap kemakmuran rakyat tahun lalu," kata Marwan, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (6/8/2015).
Advertisement
Marwan mengungkapkan, perkiraan tersebut diperoleh dari nilai tambah tahunan komoditas bauksit sekitar US$ 18 miliar, tembaga sebesar US$ 13,2 miliar, dan nikel US$ 9 miliar.
Ia menuturkan, terdapat total 178 izin usaha pertambangan (IUP) yang tengah dalam proses membangun smelter hingga kini. Dari jumlah tersebut, mayoritas proyek pengerjaan smelter baru mencapai studi uji kelayakan sebanyak 102 izin.
15 izin sedang menjalani proses analisis mengenai dampak lingkungan, 12 izin sedang melakukan pembangunan dan awal konstruksi pabrik, 20 izin sedang dalam tahap pertengahan konstruksi pabrik, 4 izin mencapai akhir tahap konstruksi dan 25 izin sudah menyelesaikan tahap commissioning atau sudah mulai berproduksi. (Pew/Ahm)