Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah anjlok menuju titik terendah dalam 17 tahun terakhir yang disebabkan oleh aksi jual yang dilakukan oleh investor asing. Sebagian besar investor asing melepas kepemilikan mereka di obligasi setelah melihat realisasi pertumbuhan ekonomi di Semester I 2015 ini dimana merupakan pertumbuhan ekonomi kuartalan terendah sejak akhir 2009.
Mengutip Bloomberg, Jumat (7/8/2015), investor asing melepas Rp 6,9 triliun kepemilikan mereka di obligasi pemerintah. Sedangkan rupiah diperdagangkan pada level 13.534 per dolar AS pada Jumat (7/8/2015), pukul 10.20 WIB .
Pada perdagangan sebelumnya, rupiah ditutup di level 13,529 per dolar AS. Sedangkan pada pembukaan hari ini, rupiah berada di level 13.535 per dolar AS. Sepanjang pagi hingga siang ini, rupiah berada di kisaran 13.510 per dolar AS hingga 13.548 per dolar AS.
Sementara kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah 7 poin menjadi 15.536 per dolar AS dari 13.529 per dolar AS pada perdagangan kemarin.Â
"Para pelaku pasar khawatir meskipun ada pembicaraan tentang reformasi dan investasi, kami belum melihat eksekusi di lapangan," kata Analis Obligasi PT BNI Securities, I Made Adi Saputra, di Jakarta, Jumat (7/8/2015).
"Pasar bisa pulih jika investor menilai pertumbuhan ekonomi dan rupiah telah membaik, tapi itu tidak mungkin terjadi, terutama untuk rupiah." tambahnya.Â
BNI Securities memperkirakan rupiah akan berada di kisaran 13.800 per dolar AS pada akhir tahun ini dan memprediksi pertumbuhan ekonomi sepanjang 2015 akan berada di kisaran 4,78 persen.
Ekonom Capital Economics Ltd, London, Inggris, Gareth Kulit menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia mungkin tidak akan lebih lambat lagi dari realisasi kuartal II 2015 ini.
Menurutnya tidak ada banyak kesempatan pertumbuhan ekonomi RI bisa kembali naik. Ia memperkirakan sepanjang tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 4,7 persen. Perkiraan tersebut turun dari perkiraan sebelumnya yang ada di level 5 persen.
Prediksi dari Gareth tersebut berkebalikan dengan Gubernur Bank Indonesia Martowardojo pada Selasa (4/8/2015) lalu, yang memperkirakan bisa melebihi 5 persen. Agus juga mengungkapkan bahwa defisit current account menyempit kurang dari 2,3 persen dari PDB pada tahun 2015, dibandingkan 2,8 persen pada tahun lalu.
"Kabar baiknya adalah, transaksi berjalan menyempit dan membuka kesempatan bagi bank sentral untuk memangkas suku bunga pada akhir tahun ini," kata Edward Teather, ekonom senior UBS AG, Singapura.
"Bank Indonesia sebenarnya ingin meringankan, hanya perlu kondisi ekonomi makro yang tepat untuk melakukannya." tambahnya. (Ilh/Gdn)