Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan menyayangkan rasio penerimaan pajak Indonesia baru mencapai 11,9 persen. Angka rasio pajak ini paling rendah dibandingkan empat negara tetangga lain.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu, Sigit Priadi Pramudito mengungkapkan dari data 2012, rasio pajak Indonesia 11,9 persen lebih rendah dari pencapaian di Thailand 16,5 persen, Singapura 14 persen, Filiphina 12,9 persen dan Malaysia 16,9 persen.
Baca Juga
"Rasio pajak kita sangat rendah. Kita malu, sebenarnya salah siapa kalau rasio pajak kecil seperti ini," keluh dia saat Focus Group Discussion (FGD) Kepatuhan Wajib Pajak dan Fiskal di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (11/8/2015).
Advertisement
Menurut Sigit, pungutan pajak bertujuan untuk pemerataan dan kesejahteraan masyarakat yang berdampak besar terhadap perekonomian Indonesia. Sayangnya, masyarakat Indonesia kurang sadar akan hal itu.
"Pajak itu untuk kesejahteraan, pemerataan. Di sinilah ujung tombaknya. Tapi kenapa masyarakat tidak mau aware, tidak peduli, kok egois cuma mau makan rezeki sendiri," tegas dia.
Kondisi rasio pajak yang rendah bisa dibuktikan dari pertumbuhan pajak 2013-2014. Kata Sigit, pertumbuhan pajak pada periode tersebut mengalami penurunan atau di bawah pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Seharusnya, sambung dia, pertumbuhan pajak minimal harus sama dengan pertumbuhan ekonomi.
"Itu karena dari 206,6 juta jiwa penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas, baru 26,8 juta orang yang punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan sekira 10 juta orang yang melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak secara benar," terang dia.
Guna memperbaiki dan meningkatkan rasio penerimaan pajak, kata Sigit, bukan hanya tanggung jawab dari pemerintah melalui Ditjen Pajak. Butuh peran serta dari masyarakat dengan secara sukarela membayar pajak. (Fik/Ahm)