Liputan6.com, Jakarta - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden yang juga mantan Menteri Perumahan Rakyat (Menpera), Suharso Monoarfa, kurang sepaham dengan rencana Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) untuk memberlakukan kembali skim subsidi selisih bunga (SSB) menggantikan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Menurut dia, langkah itu tidak sejalan dengan rencana awal diterapkannya skema FLPP di era kepemimpinannya.
Baca Juga
"Saya kurang setuju kalau skema FLPP mau diganti lagi dengan SSB. Kalau balik lagi, maka keinginan kita untuk mengatasi mismatch (kesenjangan) dalam pembiayaan dengan likuiditas yang bersifat jangka panjang akan kembali mundur ke belakang," kata Suharso yang ditulis Liputan6.com, Rabu (12/8/2015).
Advertisement
Dia berharap rencana menerapkan kembali SSB dikaji, karena rencana awal FLPP sebenarnya untuk mengurangi beban subsidi negara, sehingga dana bergulir yang dikelola Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan (BLU-PPP) dapat di-revolving lagi kepada masyarakat, dan begitu seterusnya tanpa perlu membebani negara dengan subsidi perumahan.
"Skema subsidi perumahan ini paling pas dilakukan oleh pemerintah daripada memakai skema subsidi konvensional karena dengan FLPP uang negara bisa bergulir lagi, berbeda dengan skema subsidi konvensional yang habis jika sudah dicairkan," ungkap Suharso.
Dia mengharapkan Kementerian PU-Pera lebih kreatif dalam melahirkan terobosan pembiayaan perumahan karena salah satu penyebab angka kekurangan rumah (backlog) terus bertambah adalah karena biaya membeli rumah di Indonesia sangat mahal sehingga sulit terjangkau masyarakat berpenghasilan rendah.
"Sungguh aneh bagi bangsa dengan pendapatan rakyat yang masih rendah seperti kita ini harus menanggung cost of fund yang lebih besar. Beda dengan di luar negeri, dimana rakyatnya bisa mendapatkan rumah dengan biaya lebih murah," keluh dia.
Suharso mengingatkan pemerintah agar pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah ini lebih diperhatikan dengan melakukan lebih banyak terobosan pembiayaan yang kreatif dan terukur sehingga setiap rakyat di negeri ini bisa memiliki rumah layak dan sehat.
Kementerian PU-Pera sebelumnya menyatakan akan menerapkan kembali skim subsidi selisih bunga yang akan digandengkan dengan skema FLPP mulai Juli 2015, seiring dengan habisnya anggaran perumahan tahun 2015 sebesar Rp 5,1 triliun.
Dengan skim ini, maka jika suku bunga komersil sebesar 12 persen, yang akan ditanggung oleh pemerintah adalah sebesar 7 persen setelah dikurangi suku bunga KPR FLPP sebesar 5 persen.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, Maurin Sitorus mengungkapkan, pada tahun depan anggaran perumahan diharapkan lebih besar dari tahun ini, karena Kementerian PU-Pera sudah mengajukan pagu indikatif untuk pembiayaan perumahan tahun 2016 kepada Kementerian Keuangan. Pagu Indikatif yang diajukan mencapai Rp 9,3 triliun untuk KPR FLPP, dan untuk subsidi selisih bunga sebesar Rp 900 miliar. (Nrm)
Reporter: Muhammad Rinaldi