Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung tertekan mulai awal pekan ini. Bahkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) berada di kisaran 13.758 per dolar AS pada Rabu pekan ini.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, menuturkan nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS disebabkan karena harapan pasar yang agak berlebihan terhadap penurunan mata uang China Yuan. Dengan China sengaja melemahkan mata uangnya berdampak terhadap negara yang melakukan perdagangan dengan China termasuk Indonesia. Apalagi Indonesia sebagian besar mengekspor komoditas ke China.
"Pokoknya Rupiah melemah ini murni karena ekspektasi yang mungkin agak berlebihan terhadap devaluasi mata uang China," kata Bambang, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (12/8/2015).
Advertisement
Bambang menambahkan, nilai tukar rupiah melemah tersebut karena murni pasar uang, tidak lagi berhubungan dengan fundamental.
"Lebih karena ekpektasi negara yang banyak melakukan trading dengan China, terutama ekspor dengan china itu akan mengalami dampak sebagai akibat devaluasi Yuan," kata Bambang.
Menurut Bambang, Bank Indonesia (BI) akan mengambil tindakan untuk meredam tekanan rupiah tersebut.
"Pokoknya nanti BI akan ambil action, karena purely ini perdagangan pasar uang. Jadi yang main di pasar uang kan BI, BI akan ambil action, mereka sudah sampaikan kepada kami," pungkasnya.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah menyentuh level terendah sejak 1998 pada perdagangan Rabu pekan ini. Sentimen yang memberikan tekanan kepada rupiah adalah devaluasi mata uang China Yuan, ketidakpastian kenaikan suku bunga AS dan melambatnya pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
Mengutip data Bloomberg, rupiah sempat menyentuh level 13.820 per dolar AS pada pukul 09.55 WIB. Level tersebut merupakan level terendah dalam 17 tahun terakhir setelah sempat menyentuh level 15.000 pada 1998 lalu.
Sementara kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah menjadi 13.758 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level 13.541 per dolar AS.
Negeri tirai bambu pada Selasa 11 Agustus kemarin, mendevaluasi mata uang Yuan hingga 1,9 persen. Langkah devaluasi tersebut memang sengaja dilakukan untuk mendorong produk ekspor China agar lebih kompetitif di pasar internasional. pemerintah China sedang mencoba berbagai cara agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi ke level yang lebih tinggi.
Dalam beberapa kuartal terakhir, pertumbuhan ekonomi China terus berada di level 7 persen. Padahal selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi China terus berada di atas level 10 persen.Â
Ekonom PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova mengatakan, dalmpak devaluasi Yuan terhadap rupiah tidak terlalu besar. Menurutnya, justru rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang cukup menekan indeks dan akan berlangsung cukup lama.
"Jika hanya devaluasi Yuan kemungkinan (pelemahan rupiah) hanya sementara, yang lama itukan suku bunga AS (rencana kenaikan suku bunga AS)" kata Rully.
Rully melanjutkan, pelemahan rupiah bisa lebih dalam jika ada balasan dari beberapa negara lain kepada China. "Negara dengan orientasi ekspor lebih konsen dengan nilai mata uangnya," ujar Rully. (Pew/Ahm)
Â