Sukses

Perlukah Reshuffle Susulan?

Darmin Nasution dan Rizal Ramli sebagai Menko Bidang Perekonomian dan Menko Bidang Kemaritiman sebagai sosok yang mempunyai kompetensi.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Joni G Plate menjelaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak perlu melakukan perombakan (reshuffle) kabinet susulan kepada menteri-menteri teknis. Dengan keberadaan tiga Menteri Koordinator (Menko) baru yang berpengalaman dibidangnya, diyakini bisa mengangkat perekonomian Indonesia. Namun pengamat ekonomi Arif Puyono berkata lain.

"Usia reshuffle yang ini saja belum lama, sudah mau susulan. Kita lihat kinerja tiga Menko baru saja, karena yang dikeluhkan selama ini kan koordinasi, jadi diharapkan menteri-menteri ini bisa mendorong kinerja Kementerian," terang dia di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (14/8/2015).

‎Joni melihat sosok Darmin Nasution dan Rizal Ramli sebagai Menko Bidang Perekonomian dan Menko Bidang Kemaritiman sebagai sosok yang mempunyai kompetensi tinggi. Mereka terbukti pernah menjabat Menko Perekonomian. Darmin bahkan pernah menduduki posisi Dirjen Pajak dan Gubernur Bank Indonesia (BI). Sementara Luhut Pandjaitan sebagai Menkopolhukam cakap dibidangnya.

"‎Ini bisa menjadi sentimen positif bagi pasar ditengah devaluasi mata uang Yuan dari China Tapi kita lihat dalam satu bulan dampak positifnya apa," ujar dia.

Sebelumnya, pengamat Ekonomi BUMN, Arif Puyono mengungkapkan, Presiden Joko Widodo harus melakukan reshuffle gelombang kedua yang menyasar menteri-menteri teknis, diantaranya Menteri Keuangan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri BUMN, Menteri Perindustrian, Menteri Perhubungan.

"Presiden kurang cakap melakukan reshuffle karena hanya di tingkat Menteri Koordinator saja, sehingga dampaknya tidak akan besar ke ekonomi. Sebab masalah utamanya di menteri-menteri teknis, pasar kurang merespons kinerja mereka," tegas dia saat dihubungi Liputan6.com.

Arif memperkirakan, kebijakan perombakan kabinet yang sudah dilakukan Jokowi hanya akan memicu pelemahan ekonomi Indonesia. Terbukti dengan realisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tetap berada di zona merah meski diumumkan reshuffle dengan tujuan memperkuat kinerja Kabinet Kerja‎.

"Jadi reshuffle jilid II perlu segera dilakukan, tidak butuh waktu lama buat Menteri Koordinator menilai kinerja menteri di bawahnya. Kebijakan ini harus diambil supaya Indonesia bisa keluar seperti ancaman krisis Yunani," terang dia.

Dirinya berpendapat, sejak awal Jokowi sudah salah memasang tim ekonomi di Kabinet Kerja. Apalagi tambahnya, Presiden tersandera Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sehingga dibutuhkan keberanian untuk mengganti atau mencopot menteri berkinerja buruk.

"Pasar semakin tidak happy melihat kenyataan, ekspor semakin menurun, impor naik, harga daging sapi mahal, daya beli masyarakat turun, terjadi PHK besar-besaran. Di sini Jokowi jangan beretorika lagi dengan bilang ekonomi kita tumbuh ke-5 tertinggi di dunia, pasar makin curiga," jelas Arif.

Dia berharap, reshuffle enam menteri ini dapat menjadi shock therapy bagi menteri lain untuk segera memperbaiki kinerja. Jika tidak, maka ancamannya harus dengan cara dicopot jabatannya. "Sebenarnya reshuffle setiap tahun tidak apa, supaya kinerja lebih bagus. Ini bisa menunjukkan bahwa jangan main-main, karena siapapun yang tidak perform, bakal diganti," tukas Arif. (Fik/Gdn)