Sukses

Menkeu Akui Ada Perang Harga antara Negara Produsen Minyak

Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro menuturkan, harga minyak dunia turun akan menyusutkan penerimaan negara dari sektor migas.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengakui terjadi perang harga antar negara-negara produsen minyak dunia sehingga mengakibatkan kejatuhan harga minyak dunia. Hal ini menyusul proyeksi sejumlah analis asing terhadap harga minyak dunia yang akan menembus pada level terendah hingga US$ 10-US$ 20 per barel.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan harga minyak merosot tajam karena terjadi perang harga minyak sehingga diramalkan harga minyak dunia anjlok ke level US$ 10 per barel.  "Itu karena ada price war oil," ucap dia saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/8/2015).

Dampak dari penurunan harga minyak dunia, diakui Bambang, akan menyusutkan penerimaan negara dari sektor migas. Maklum saja, Indonesia selain menjadi importir minyak mentah dan Bahan Bakar Minyak (BBM), juga sebagai produsen minyak.

Namun pelemahan harga minyak dunia juga memberi keuntungan bagi PT Pertamina (Persero). "Dampaknya penerimaan turun, dan beban Pertamina untuk BBM bersubsidi juga turun," ujar Bambang.

Menurut beberapa analis, penurunan harga minyak akan terus berlangsung dan bukan tidak mungkin akan menyentuh level terendah sepanjang masa atau sejak kontrak West Texas Intermediate diperdagangkan.

Mengutip Bloomberg, Citigroup Inc memperkirakan harga minyak berpotensi untuk terus jatuh lebih dalam dari posisi saat ini.

"Sebenarnya permintaan ada karena memasuki musim panas," jelas Seth Kleinman, Kepala Riset Sektor Energi Citigroup Inc di London.

Permintaan minyak biasanya naik di musim panas dikarenakan aktivitas mengemudi pada liburan musim panas di AS, sehingga meningkatkan pembelian bensin dan tingginya penggunaan AC di negara-negara Timur Tengah.

Namun kenaikan permintaan tersebut tidak sebanding dengan jumlah pasokan. Negara-negara anggota OPEC terus memompa minyaknya hingga hampir mendekati rekor produksi. Hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan pangsa pasar mereka. Anggota OPEC memang sedang menghadapi persaingan dengan produsen minyak Amerika Serikat (AS) yang juga sedang dalam tahap puncak produksi.

Jika dibandingkan, produksi minyak dari produsen AS kalah bersaing baik dalam hal harga dan kuantitas produksi. Pasar minyak masih jelas kelebihan pasokan. Akan ada lebih banyak lagi pasokan sampai penyuling masuk ke dalam fase perawatan," sambung Kleinman.

Harga minyak mentah telah tenggelam pada tahun ini, meskipun permintaan bensin di AS meningkat, dikarenakan rangsangan dari pertumbuhan ekonomi dan harga lebih murah.

Jumlah bensin yang masuk ke pasar AS naik ke level tertinggi dalam delapan tahun, hingga sekitar 9,7 juta barel per hari pada bulan lalu, menurut data dari U.S. Department of Energy.

Minyak mentah berpotensi jatuh ke level US $10 per barel dikarenakan OPEC terlibat perang harga dengan produsen saingan. "Hal itu akan menguji siapa yang akan mengurangi produksi lebih dulu," kata Gary Shilling, Presiden A. Gary Shilling Co, dalam sebuah wawancara di Bloomberg.

"OPEC pada dasarnya mengatakan tidak akan memotong produksi, kita akan melihat siapa yang bisa bertahan lebih lama dengan harga yang lebih rendah," kata Shilling.

"Harga minyak dunia kini membidik level US$ 10 per barel sampai US$ 20 per barel." pungkasnya. (Fik/Ahm) 

 

Video Terkini