Sukses

Penundaan Kenaikan Suku Bunga AS Bahaya Buat Negara Berkembang

Kebijakan depresiasi mata uang China dan negara lain akan memperkuat level dolar Amerika Serikat.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menegaskan negara-negara berkembang sangat membutuhkan kepastian waktu dan besaran kenaikan tingkat suku bunga acuan The Fed (Fed Fund Rate) untuk mengurangi tekanan pada seluruh mata uang di dunia terhadap dolar AS, termasuk rupiah. Ketidakpastian kebijakan tersebut dijadikan sebagai bahan spekulasi pelaku pasar.

"Yang dibutuhkan negara berkembang, kapan AS naikkan suku bunga dan berapa. Karena yang terjadi sekarang gosip atau rumor yang sudah di price in dalam hitungan kurs. Jadi kurs kita sudah mengandaikan tingkat bunga naik, padahal belum naik," ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Selasa (25/8/2015).

Bambang menilai, kebijakan mendepresiasi mata uang yang dilakukan China dan negara lain akan memperkuat level dolar AS. Kondisi tersebut sangat tidak diinginkan pemerintah AS.

"Kalau dolar AS terlalu kuat dan tertunda kenaikan suku bunga AS, maka lebih berbahaya lagi buat emerging market," terang dia.

Bambang memperkirakan, The Fed akan tetap merealisasikan rencananya menaikkan tingkat suku bunga acuan The Fed pada kuartal III atau September 2015.

"Agak mahal buat AS kalau menunda (kenaikan Fed Fund Rate). Karena sebenarnya sudah agak terlambat dari yang diinginkan. Jadi kemungkinan masih bisa naik (di kuartal III). The Fed yang nentuin," tegas Bambang.

Untuk diketahui, dalam kurs JISDOR, Senin 24 Agustus 2015, rupiah berada di kisaran 13.998 per dolar AS. Dolar AS makin menguat terhadap rupiah. Dengan naik 103 poin dari level rupiah 13.895 per dolar AS pada Jumat 21 Agustus 2015 menjadi 13.998 per dolar AS pada Senin 24 Agustus 2015.

Nilai tukar rupiah sudah mengalami depresiasi sekitar 12,21 persen dari 12.474 pada awal tahun 2015 menjadi 13.998 per dolar AS pada awal pekan ini. Di data Bloomberg, rupiah pun sudah menembus 14.000 per dolar AS. (Fik/Ahm)

Video Terkini