Liputan6.com, Jakarta - Mantan menteri di era Orde Baru, Emil Salim mengkritik niat pemerintah untuk membangun kereta cepat Jakarta-Bandung. Menurut dia, proyek tersebut sebaiknya dibangun di luar Pulau Jawa.
"‎Saya melihat ini bahwa jaraknya pendek itu. Dan kecemasan saya kita punya alternatif, kan kereta api Parahyangan ada, tol ada. Jadi apa ini prioritas? Apa tidak lebih baik di Sumatera dan macam-macam dibangun," kata Emil, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (1/9/2015).
Emil juga mengkritik pembangunan kereta cepat itu juga berdampak pada nilai tukar rupiah. Dalam kondisi dolar AS yang sedang kuat, pemerintah seharusnya menahan agar dolar tidak keluar dari dalam negeri.
"‎Yang membeli betul bukan pemerintah tetapi kan dolar tetap keluar walaupun namanya swasta atau konsorsium, dolar tetap keluar. Gimana kita berusaha supaya dolar masuk? KoK kita bikin proyek dolar keluar," tutur dia.
"Dalam keadaan kita kekurangan, irit keinginan supaya dolar jangan keluar, kita justru dolar keluar. Apa konsisten itu?‎" tambah Emil.
Selain itu, mantan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden tersebut menilai‎ karena proyek kereta cepat ini dibiayai dari pihak luar, maka Kereta Api Indonesia (KAI) akan mendapat saingan.
"‎Yag bikin ini kan bukan perusahaan KAI. Jadi ada kompetitor yang mungkin mempunyai pengaruh negatif pada KAI. Dan ini punya negara KAI. Apa prioritas itu?‎" jelas Emil.
‎Jepang dan China berebut untuk mengerjakan proyek kereta cepat antara Jakarta-Bandung dengan panjang 200 kilometer ini. Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan pekan ini akan ditetapkan siapa investor yang dipilih.
Kedua negara tersebut sama-sama menjamin kereta yang dibangun dapat menempuh Jakarta-Bandung dalam waktu 36 menit.
Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) telah menggelontorkan modal sebesar US$3,5 juta sejak 2014 untuk mendanai studi kelayakan.
Nilai investasi kereta cepat Jakarta Bandung berdasarkan hitungan Jepang mencapai US$6,2 miliar, 75 persennya dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun.
Sementara, China menawarkan nilai investasi yang lebih murah, yakni sebesar US$5,5 miliar dengan skema investasi 40 persen kepemilikan China dan 60 persen kepemilikan lokal, yang berasal dari konsorsium delapan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). (Silvanus Alvin/Gdn)
Emil Salim Kritik Proyek Kereta Cepat Jokowi
Karena proyek kereta cepat ini dibiayai dari pihak luar, maka Kereta Api Indonesia (KAI) akan mendapat saingan.
Advertisement