Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan aturan baru untuk menjaga kelangsungan bisnis perusahaan asuransi dan dana pensiun (dapen) karena terdampak pelemahan kondisi keuangan global. Tujuan relaksasi ini semata-mata untuk kepentingan pemegang polis asuransi maupun peserta dapen.
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Edi Setiadi menunjukkan data kinerja investasi di perusahaan asuransi nasional maupun dana pensiun. Ia menuturkan, investasi di perusahaan asuransi secara year to date (Ytd) meningkat hampir 2 persen, namun turun 1,7 persen pada Juni lalu dibanding realisasi investasi di Mei 2015.
Baca Juga
Sedangkan untuk perusahaan dana pensiun, tambah Edi, merosot dengan pertumbuhan negatif 1,7 persen dari sebelumnya positif 0,58 persen secara year to date. Sementara dibanding bulan kelima lalu, realisasi investasi dapen secara month to month (MoM) menurun 0,76 persen.
Advertisement
"Itu terjadi karena penurunan nilai pasar dan menimbulkan kekhawatiran regulator karena bisa berdampak bagi pemegang polis dan peserta dapen jika perusahaan terhambat. Jadi kami keluarkan aturan di tengah lesunya perekonomian, dengan tujuan bukan untuk mendorong perusahaan untung," tegas Edi di kantornya, Jakarta, Kamis (3/9/2015).
Adapun kebijakan stimulus tersebut yang dituangkan dalam surat edaran OJK, yaitu :
1. Surat Edaran OJK Nomor 24 Tahun 2015 tentang Penilaian Investasi Surat Utang dan Penyesuaian Modal Minimum Berbasis Risiko Bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
2. Surat Edaran OJK Nomor 25 Tahun 2015 tentang Penilaian Investasi Surat Berharga Syariah dan Perhitungan Dana untuk Mengantisipasi Risiko Kegagalan Pengelolaan Kekayaan dan atau Kewajiban Perusahaan Asuransi Syariah dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
3. Surat Edaran OJK Nomor 26 Tahun 2015 tentang Penilaian Investasi Surat Utang Berharga Bagi Dana Pensiun.
"Aturan baru ini hanya sebagai antisipasi, bukan berarti perusahaan asuransi terkena dampak pelemahan keuangan global atau terancam tutup. Makanya kami lakukan pengawasan secara kehati-hatian," jelas Edi.
Dari catatannya, IKNB masih tumbuh 70,4 persen secara year to date dengan total aset senilai Rp 1.607 triliun. Jumlah terbesar dari industri asuransi dan reasuransi konvensional dengan nilai aset Rp 777,3 triliun, perusahaan pembiayaan Rp 430 triliun dan dana pensiun Rp 199 triliun. Sementara aset IKNB syariah senilai Rp 44,8 triliun.
Edi menjelaskan, melalui peraturan tersebut, perusahaan asuransi dapat melakukan penilaian surat utang dengan menggunakan nilai perolehan yang dikurangi (amortisasi). Selanjutnya untuk dapen dapat menggunakan nilai penebusan akhir tanpa harus didukung dengan dokumen tertulis atau nilai perolehan yang dikurangi.
"Kita juga berikan diskon paling rendah 50 persen dalam penyesuaian jumlah modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan," tegas Edi.
Perusahaan asuransi dan reasuransi, disebutkan dia, dapat melakukan penyesuaian modal minimum berbasis risiko dengan tingkat solvabilitas paling tinggi 120 persen dan perusahaan asuransi maupun reasuransi syariah paling tinggi 30 persen.
"Kita tidak akan berlakukan aturan ini selamanya. Tapi akan dicabut setelah kondisi normal," pungkas Edi. (Fik/Ahm)