Sukses

Empat Paket Kebijakan Jokowi Diyakini Mampu Perkuat Rupiah

Salah satu paket kebijakan yang bakal keluar menyangkut payung hukum di sertifikasi produk halal.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri-menteri ekonomi Kabinet Kerja mengaku sedang merampungkan empat paket kebijakan dalam rangka penguatan ekonomi nasional. Pasalnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi tenggat waktu pelaporan kemajuan paket kebijakan pada pekan depan.

"Kami sedang menyelesaikannya. Presiden minta segera dilaporkan paling lambat Senin atau Selasa depan," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution di kantornya, Jakarta, Jumat (4/9/2015).

Seperti diketahui, empat paket kebijakan itu antara lain, pertama menyangkut fiskal dan keuangan. Kedua deregulasi besar-besaran yang menyangkut investasi di sektor perdagangan, industri dan pertanian.

Sementara untuk paket kebijakan ketiga berupa insentif percepatan pembangunan smelter, dan keempat menyangkut persoalan pangan.

Salah satu aturan yang bakal disederhanakan menyangkut payung hukum di sertifikasi produk halal. Hal ini pernah disampaikan Sekretaris Kabinet, Pramono Anung.

"Memang ada perubahan (sertifikasi halal), tapi memang ada Undang-undang (UU) baru yang mau keluar. jadi kita mau coba lihat bagaimana caranya. Kita bisa mengundang Majelis Ulama Indonesia (MUI), hanya saja belum sampai ke situ," terang Darmin.

Dia optimistis empat paket kebijakan ekonomi tersebut dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dan mengangkat kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang sudah nyaris menyentuh level 14.200. "Kalau kami tidak optimistis, ya bagaimana," ujarnya.

Sebelumnya, Pramono mengatakan, pemerintah sangat konsen untuk mempercepat revisi 154 kebijakan di tingkat menteri dan tingkat lainnya.

"Konsen kami misalnya masalah dwelling time, itu ada 122 perizinan yang harus diisi. Presiden memberi contoh masalah kelistrikan ada 200 lebih lembar izin yang harusnya bisa dipangkas jadi 10 lembar. Itu nanti yang akan kita lakukan," jelas dia.

Pramono mengakui banyak aturan dari tingkat Peraturan Presiden (Perpres), tingkat menteri dan lainnya yang tumpang tindih. Pemerintah harus kembali mengatur singkronisasi antara Undang-undang (UU), Perpres, Permen sampai peraturan teknis di lapangan. Misalnya untuk hal-hal yang seharusnya tidak perlu dibuat aturan, justru dikeluarkan aturannya.

"Contohnya soal aturan sertifikasi halal. Itu buat siapa, dan siapa yang mengeluarkan itu harus ada. Tapi sekarang ada lembaga, saya tidak sebut nama, akhirnya mewajibkan sertifikasi itu. Juga pengaturan syarat tarif dasar listrik, yang bertentangan dengan Keputusan Menterinya sehingga ada persoalan dalam pelaksanannya," terang dia. (Fik/Gdn)