Liputan6.com, Jakarta - Aksi pencurian ikan di Indonesia dinilai sudah tergolong parah. Bahkan, tindakan ilegal ini telah merugikan negara hingga US$ 20 miliar atau setara Rp 283 triliun (kurs: Rp 14.172 per dolar AS) per tahun.
"Memang sudah parah sekali. Sepertinya sudah berlangsung sejak lama dan tidak ada tindakan yang berarti untuk memberantasnya, secara jujur harus kita akui itu," kata Ketua Satuan Tugas (Satgas) Anti Illegal Fishing Achmad Santosa saat berkunjung ke kantor Liputan6.com, Jumat (4/9/2015).
Data menunjukkan, 81 persen dari 1.132 kapal melakukan pelanggaran operasional. Dia menyebutkan pelanggaran itu meliputi menggunakan nakhoda dan ABK berkewarganegaraan asing, tindak pidana perdagangan orang dan perbudakan, melakukan illegal transhipment di tengah laut, menggunakan alat tangkap tidak sesuai aturan.
"Hingga melakukan alih muatan di tengah laut tanpa didaratkan hasil tangkapannya. Ataupun didaratkan tapi tidak dilaporkan secara faktual sehingga ada semacam gap dalam hasil laporan itu," ungkap dia.
Hal ini membuat Indonesia dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, hanya menjadi eksportir ikan nomor lima di ASEAN. Mengutip data Bank Dunia, Indonesia tercatat kehilangan pendapatan US$ 20 miliar per tahun, tidak hanya sumber daya ikan yang hilang tapi juga kehancuran ekosistem laut.
"Pak Jokowi ingin Indonesia menjadi poros maritim dunia, dan itu diterjemahkan Menteri Susi penekanannya adalah pencegahan dan pemberantasan," tuturnya.
Untuk itu, pemerintah telah meluncurkan sejumlah kebijakan guna pencegahan dan pemberantasan illegal fishing yaitu larangan transhipment, larangan penggunaan pukat hela dan pukat tarik, moratorium eks kapal asing, penenggelaman kapal dan penguatan penegakan hukum. (Ndw/Gdn)
RI Rugi Rp 283 Triliun Gara-gara Aksi Pencurian Ikan
Aksi pencurian ikan di Indonesia dinilai sudah tergolong parah.
Advertisement