Sukses

Goldman Sachs Tak Khawatir Kondisi Ekonomi China

Chairman Goldman Sachs, Mark Schwartz memperkirakan China akan menyelesaikan reformasi ekonominya ke konsumsi dengan baik.

Liputan6.com, Hong Kong - Saat ini dunia khawatir tentang ekonomi China. Akan tetapi, Goldman Sachs, salah satu lembaga keuangan global menilai reaksi pasar terlalu berlebihan terhadap kondisi ekonomi China.

Bursa saham China telah turun 40 persen sejak Juni 2015. Negara ini telah mencapai masa sulit. "Beberapa hal telah salah pada musim panas ini. Saya pikir reaksi pasar global berlebihan," ujar Chairman Goldman Sachs untuk Asia-Pacific Mark Schwartz, seperti dikutip dari laman CNN Money, Senin (7/9/2015).

Ia mengatakan, China akan melalui transisi yang sangat normal dari sistem negara yang dominasi dikontrol negara menjadi sistem berorientasi pasar. Sejumlah ahli telah memprediksi kalau pertumbuhan China akan melambat. Hal itu menjadi kenyataan.

Pemerintah China telah mereformasi negara dari mengandalkan bangunan jalan, kereta api, dan perumahan untuk menghasilkan pertumbuhan. Kini ekonomi China beralih ke belanja konsumen.Hal itu terjadi sekarang.

Pertumbuhan ekonomi China mencapai 7 persen, dan ini merupakan target pada enam bulan pertama. Target pertumbuhan ekonomi tujuh persen cukup realistis yang sebelumnya pertumbuhan ekonomi China hanya 10 persen per tahun. Pertumbuhan ekonomi itu masih cukup kuat untuk menciptakan lapangan kerja baru.

Schwartz mengatakan, pasar global harus bersabar. Dia mengharapkan setidaknya dalam satu dekade, dan paling lama 20 tahun pemerintah China untuk menyelesaikan reformasi.

"Saya pikir China berkomitmen untuk reformasi selama pertumbuhan tidak jatuh di bawah lima persen atau enam persen. Saya pikir China berkomitmen untuk mereformasi asalkan dapat terus menciptakan lapangan kerja sekitar 8 juta hingga 12 juta untuk pendatang baru," ujar Schwartz.

Sebelumnya bank sentral China telah memangkas suku bunga dan menurunkan jumlah rasio cadangan modal di bank. Hal ini sebagai upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Bank sentral China juga telah melakukan devaluasi Yuan atau sengaja melemahkan mata uangnya terbesar dalam beberapa dekade. Langkah itu dilakukan untuk memberikan dorongan kepada eksportir. Pemerintah China pun memiliki kemampuan untuk menggelar lebih stimulus jika diperlukan.

"Saya percaya China telah mendapatkan banyak amunisi keuangan sebagai kekuatannya, dan banyak fleksibilitas keuangan, tuas kebijakan yang dapat menarik," ujar Schwartz.

Ia percaya kalau China memiliki banyak pilihan untuk menstabilkan ekonomi. Schwartz mengatakan, pihaknya memperkirakan ekonomi China tumbuh sebesar 6,8 persen pada 2015. "Saya tidak berpikirada skenario "pendaratan keras" untuk ekonomi China," kata Schwartz. (Ahm/Igw)