Sukses

Turunkan Target 35 Ribu MW, Rizal Ramli Langkahi Jokowi

Dalam memutuskan penurunan target listrik 35 ribu Mw menjadi 16 MW selama 5 tahun ke depan, Rizal belum lapor ke Jokowi.

Liputan6.com, Jakarta - Langkah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli menurunkan target proyek pembangkit listrik 35 ribu Megawatt (MW) bertentangan dengan komitmen Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said.

Dalam memutuskan penurunan target listrik 35 ribu Mw menjadi 16 MW selama 5 tahun ke depan, Rizal belum lapor dan mendapat persetujuan dari Jokowi-JK. Keputusan tersebut diambil dalam rapat koordinasi pembangkit listrik 35 ribu MW di kantornya, Jakarta, Senin (7/9/2015).

Rapat tersebut tidak dihadiri Menteri ESDM Sudirman Said dan diwakili oleh Direktur Jenderal Kelistrikan Kementerian ESDM Jarman. Hadir pula Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basyir, Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan serta dari Kementerian lainnya.

Rizal Ramli saat Konferensi Pers usai Rakor tampak santai dengan pertanyaan yang menohok dirinya bahwa Jokowi-JK dan Menteri lain tetap ngotot melanjutkan megaproyek listrik 35 ribu Mw dengan minat investasi yang tinggi dari penanam modal dalam dan luar negeri.

"Pak Dirjen (Jarman) nanti kan bisa lapor ke menterinya (ESDM). Kami harap menterinya datang ke sini tapi tidak datang, jadi nanti Pak Dirjen yang akan lapor," kata dia.

Selain mengubah target pembangunan pembangkit, Rizal juga mengubah nama proyek pembangkit listrik 35 ribu MW dengan nama Proyek Percepatan Pembangunan dan Diversifikasi (PPD) Listrik.

"Supaya kita tidak cuma ngeributin soal angka, karena angkanya bisa berubah. Pertumbuhan ekonomi tadinya 6 persen, tapi realisasinya hanya 5 persen, jadi ekses kapasitasnya lebih besar lagi," ujar Rizal.

Senada dengan pernyataan Rizal, Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan menambahkan, program 35 ribu MW akan dibahas kembali di rapat atau sidang kabinet. Namun dalam rakor, lanjutnya, harus menyepakati beberapa hal mengenai pembangkit listrik 35 ribu MW.

"Ini bukan pada angka bilangan megawatt-nya berapa, kita tidak berdebat di sana. Yang penting negara ini terpenuhi oleh kemampuan membangun pembangkit listrik oleh PLN. Semua terserah Presiden, kita kan membantu Presiden," terang Ferry.

Pandangan berbeda justru diakui Jarman. Meski dia mengikuti rakor di Kemenko Bidang Kemaritiman, tapi Jarman menilai bahwa proyek listrik 35 ribu MW merupakan proyek prioritas di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

"RPJMN kan hasil kajian pemerintah yang harus menunjukkan berapa sih pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan sebagainya. RPJMN belum berubah, karena itu sesuai kebutuhan. Jadi harus dibedakan antara kebutuhan dan kemampuan PLN, kemampuan PLN untuk mendanai dan membeli," terang Jarman.

Pesimistis

Rizal pesimistis proyek pembangkit listrik 35 ribu MW tidak akan terwujud sampai 2019. Megaproyek ini diperkirakan memakan waktu 10 tahun. "Setelah dibahas kapasitas listrik 35 ribu MW tidak akan dicapai dalam 5 tahun. Tapi 10 tahun bisa lah," ujar Rizal.

Dia beralasan, jika megaproyek 35 ribu Mw direalisasikan dalam waktu 5 tahun, maka PLN akan mengalami kelebihan kapasitas (idle) 21.331 Mw dengan beban puncak mencapai 74 ribu Mw di 2019. Rizal pun menambahkan, PLN juga akan mengalami gangguan keuangan, karena harus membeli listrik dari pihak swasta dengan nilai 72 persen baik dipakai maupun tidak.

"Jadi setelah dievaluasi betul-betul, maka yang harus selesai dalam 5 tahun sebesar 16 ribu Mw. Itupun PLN sudah melakukan pekerjaan besar," papar dia.

Sisanya 19 ribu Mw, kata Rizal, dapat dilanjutkan pembangunannya dalam kurun waktu 5 tahun berikutnya. Sehingga dia mengubah nama proyek listrik 35 ribu Mw menjadi PPD Listrik.

"Jadi kita memang harus realistis bahwa 5 tahun ini cuma bisa bangun 16 ribu Mw. Jadi kami lebih senang menyebut proyek ini PPD Listrik. Tapi kita juga tidak bisa langsung memaksa PLN pindah ke pembangkit bersumber dari energi terbarukan karena harganya mahal. Kalau dadakan, PLN bisa mengalami masalah," terang dia.

Bertentangan

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui bahwa proyek pembangunan Pembangkit Listrik 35 ribu Megawatt (MW) adalah proyek ambisius dari pemerintah. Namun menurut Jokowi, bukan berarti proyek tersebut tidak realistis. Mengingat kebutuhan listrik di Indonesia sangat besar, maka Jokowi meminta agar proyek tersebut telah berjalan sesuai target.‎

"Banyak yang menyampaikan bahwa proyek 35 ribu MW itu sebuah target yang ambisius. Tapi memang itu kebutuhannya seperti itu. Oleh sebab itu angka 35 ribu MW kalau ada masalah di lapangan, itu yang dicarikan solusi sehingga investasi investor betul-betul bisa melaksanakan investasinya," ujar Jokowi.

Terkait mengenai pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli yang menyebut proyek tersebut tidak mungkin dapat dicapai dalam waktu lima tahun masa pemerintahan Jokowi-JK, Presiden Jokowi justru mengatakan proyek yang akan menghabiskan dana hingga ratusan triliun rupiah itu sebagai tantangan bagi para menterinya. ‎

Ia meminta agar Rizal Ramli dan para menteri terkait mencari solusi agar proyek tersebut dapat dicapai sesuai target. "Itu tugasnya Menteri, Menko, untuk mencarikan solusi, mencari jalan keluar, setiap masalah yang dihadapi oleh investasi investor," kata Jokowi.

Jokowi pun menegaskan bahwa proyek tersebut tetap akan dilaksanakan. Terlebih masih banyak daerah yang mengalami krisis listrik.

"Itu memang kebutuhan. Kalau tidak mencapai itu, tiap ke daerah akan protes mengenai listrik yang byarpet, listrik mati. Semua. Oleh sebab itu saya dorong terus ini harus selesai sampai saya berikan contoh pembebasan lahan, yang di Batang saja sampai saya turun tangan. Pak wapres turun tangan," pungkas Jokowi. (Fik/Gdn)